Di sisi lain, Sunarto juga angkat bicara mengenai peran Komisi Yudisial. Sepanjang 2025, KY mengajukan 36 usulan yang melibatkan 61 orang hakim. Tapi, jalan dari usulan ke sanksi ternyata tak selalu mulus.
Dari sekian banyak berkas itu, hanya sembilan yang benar-benar ditindaklanjuti. Ada 17 berkas lainnya yang justru tak bisa digubris, sementara sepuluh berkas sisanya masih mengantri untuk diproses lebih lanjut.
“Adapun hasil dari tindak lanjut yang telah rampung, terdapat 12 orang hakim yang dikenakan hukuman disiplin berdasarkan rekomendasi Komisi Yudisial,” kata Sunarto.
Lalu, bagaimana dengan sisanya? “Sedangkan 27 orang hakim yang tidak dapat dijatuhi sanksi sebab menyangkut materi pengaduan berkaitan dengan teknis yudisial dan substansi atau pertimbangan hukum putusan hakim,” sambungnya.
Alasannya berakar pada aturan. Sunarto merujuk pada Peraturan Bersama antara MA dan KY, yang secara tegas membatasi ruang lingkup pengawasan. Intinya, baik MA maupun KY tidak punya kewenangan untuk menyatakan benar atau salahnya pertimbangan hukum dalam sebuah putusan. Itu ranahnya berbeda sama sekali.
Prinsipnya, pengawasan ini bukanlah alat untuk memburu kesalahan. Sunarto menekankan hal itu. “Pengawasan tidak dimaknai sebagai ajang untuk mencari-cari kesalahan, melainkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari mekanisme pembinaan,” ucapnya.
Ia menutup penjelasannya dengan nada yang lebih visioner. Baginya, instrumen pengawasan harus berperan sebagai koreksi dan pencegahan. Tujuannya jelas: menjaga martabat peradilan dan memastikan setiap insan di dalamnya tetap berjalan di jalur integritas dan profesionalitas yang semestinya.
Artikel Terkait
Surat Misterius Ungkap Pelecehan Sebelum Mahasiswi UNIMA Tewas
Batang Air Dingin Meluap Lagi, Warga Lubuk Minturun Terpaksa Tinggalkan Rumah
Saudi Hantam Kapal Senjata UEA di Pelabuhan Yaman, Koalisi Anti-Houthi Retak
Kemeriahan Pesta Pejabat di Tengah Duka Korban Bencana Sumatera