Simbolisme membuat prosa jadi berbobot. Seperti paus putih dalam Moby-Dick. Ia bisa jadi simbol alam yang tak terkalahkan, kejahatan, atau obsesi. Kehebatannya terletak pada kemampuannya menyemburkan makna universal.
Tema-tema besar seperti diskriminasi rasial juga sering diekspresikan lewat simbol. Nella Larsen dalam novel Passing mengeksplorasi batasan rasial dengan tajam. Lewat kisah dua sahabat, Irene dan Clare, ia membongkar beban psikologis dan hilangnya jati diri akibat tekanan rasial. Novel ini bahkan menyentuh rasisme internal di komunitas kulit hitam sendiri.
Menyusun Plot
Cara penulis menyusun peristiwa plot juga adalah pernyataan estetik. Alur yang linier mencerminkan satu pandangan, sementara alur yang melompat-lompat atau menggunakan teknik arus kesadaran (stream of consciousness) menggambarkan pikiran manusia yang ruwet.
James Joyce dalam Ulysses memakai teknik itu untuk menangkap kekacauan puitis kehidupan sehari-hari di Dublin. Di Indonesia, Iwan Simatupang melakukannya dengan cara absurd lewat Ziarah. Novel yang meraih SEA Write Award ini mengajak pembaca masuk ke labirin eksistensialisme, di mana batas antara realitas dan kegilaan menjadi samar.
Struktur naratif dan alur pada dasarnya adalah arsitektur cerita. Bagaimana cerita dimulai, dikembangkan, dan diakhiri sangat mempengaruhi pengalaman pembaca. Pemilihan sudut pandang juga krusial.
Andrea Hirata memakai sudut pandang orang pertama dalam Laskar Pelangi untuk keintiman. Pramoedya Ananta Toer memilih orang ketiga dalam Bumi Manusia untuk fleksibilitas. Sementara Jay McInerney dalam Bright Lights, Big City berani pakai orang kedua, membuat kita seolah terjun langsung ke kehidupan malam Manhattan.
Eksperimen dengan alur nonlinier, seperti dalam Aura karya Carlos Fuentes, menawarkan estetika kompleksitas. Ia menantang pembaca menyusun sendiri teka-teki maknanya.
Suasana dan Karakter
Latar dan suasana dalam prosa bukan sekadar dekorasi. Ia adalah alat untuk mengekspresikan emosi. Deskripsi tentang cuaca, bangunan, atau bau suatu tempat bisa membawa pembaca ke kondisi psikologis tertentu.
Dalam sastra gotik Edgar Allan Poe, rumah runtuh dan cuaca suram bukan hanya latar. Itu adalah perwujudan rasa takut dan pembusukan moral.
Karakter, tentu saja, adalah cermin gagasan penulis. Konflik batin dan transformasi mereka adalah cara penulis menyampaikan pandangannya tentang manusia. Tokoh seperti Meursault dalam L'Étranger karya Albert Camus, dengan ketidakpeduliannya yang dingin, menjadi ekspresi sempurna dari absurditas dan eksistensialisme.
Pada akhirnya, keberhasilan sebuah karya prosa terletak pada kemampuannya menyampaikan gagasan kompleks lewat harmoni antara diksi, simbol, dan arsitektur narasi. Di situlah gagasan estetik menemukan napasnya dan pembaca menemukan dialog yang tak pernah benar-benar usai.
Artikel Terkait
Trump Beri Ultimatum Iran: Kami Akan Menghancurkan Kalian
Netanyahu dan Trump Bahas Gaza dan Iran di Mar-a-Lago, Hamas Tolak Rencana Pelucutan Senjata
Gus Ipul Geram, Nenek 80 Tahun Digusur Paksa di Surabaya
Wakil Ketua MPR Usulkan Pilkada Kembali ke DPRD, Sebut Demi Redam Politik Uang dan Dinasti