Sapaan Teteh dan Bahasa Hati di Pangandaran

- Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:06 WIB
Sapaan Teteh dan Bahasa Hati di Pangandaran

Pengalaman serupa berulang dari warga lain. Hampir tiap hari, setiap lewat depan rumah, selalu ada senyum, sapaan, atau sekadar anggukan. Gestur kecil itu yang bikin hati merasa diterima. Perlahan aku sadar, ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perbedaan bahasa: rasa kemanusiaan yang hangat.

Bantuan datang dalam bentuk yang tak terduga. Kadang ada yang tiba-tiba menghampiri dan nawarin tumpangan. Lain waktu, ada yang sekadar nanya kabar, memastikan aku baik-baik saja di tempat baru. Aku sempat merasa malu dan sungkan, sih. Tapi di sisi lain, terharu juga. Ternyata kepedulian nggak selalu lahir dari latar belakang yang sama. Ia bisa muncul dari ketulusan biasa, dari perhatian yang sederhana.

Semakin hari, semua jadi semakin nyata. Kedekatan itu tumbuh dari interaksi-interaksi kecil yang terus berulang. Aku belajar satu hal: kedekatan dan rasa kekeluargaan nggak akan pernah bisa dihalangi oleh perbedaan bahasa. Justru, dari situlah kedekatan itu dibangun. Dari usaha saling membuka, saling memahami.

Senyum, sapaan, tegur sapa itu adalah bahasa universal yang mampu memecah sekat perbedaan. Di Pangandaran, aku mungkin belum mengerti setiap kata dalam bahasa Sunda. Tapi aku sekarang tahu, ketulusan punya caranya sendiri untuk bisa dimengerti oleh siapa saja.


Halaman:

Komentar