"Pak Presiden @prabowo pasti tahu hampir semua Pengadaan pemerintah (apapun barang maupun proyek) mark up nya minimal 50 persen bahkan katanya 10 tahun terakhir mulai barang yang sebenarnya hanya 10 persen saja," tuturnya.
Bayangkan. Anggaran digelembungkan sedemikian rupa, sementara barang yang diterima bisa jadi cuma sepersepuluh dari nilai yang tercatat. Praktik seperti inilah yang menurut Susi membuktikan bahwa mental "maling" itu nyata adanya di kalangan pejabat.
Di sisi lain, banyak netizen yang justru sepakat dengan ucapan Susi. Bukan tanpa alasan. Mereka meyakini, ketidakmunculan kembali Susi di kabinet periode kedua Jokowi justru karena kejujurannya. Sosoknya dianggap tak sejalan dengan sistem yang sudah terlanjur "biasa".
Perlu diingat, Susi pernah menjabat sebagai menteri dari 2014 hingga 2019. Selama lima tahun itu, kebijakannya yang tegas dan berpihak pada nelayan kecil banyak mendapat apresiasi. Tapi, di periode berikutnya, namanya menghilang dari daftar menteri.
Kini, dari luar pemerintahan, suaranya tetap keras. Dan pernyataan dukungannya pada kritik Yudo Sadewa itu seperti membuka kembali luka lama. Sebuah pengakuan pilu dari orang dalam, bahwa masalah korupsi dan mental koruptif di tubuh birokrasi kita mungkin lebih parah dari yang kita duga.
Artikel Terkait
Atap Parkiran Ambruk di Koja, Hanya Selangkah dari Anak-anak yang Sedang Bermain
USDT Diam di Dompet? Ini Strategi Hasilkan Untung Tanpa Deg-degan
Healing di Akhir Tahun: Tren atau Kebutuhan Jiwa yang Mendasar?
Jalur Alternatif Puncak Amblas, Warga Buru-buru Dirikan Jembatan Bambu