Menurut data yang dihimpun Polda, sehari sebelum Natal, fokusnya adalah memenuhi kebutuhan dasar. Logikanya, bagaimana orang bisa beribadah dengan khusyuk kalau perut lapar atau tempatnya kotor? Maka, bantuan pangan, perlengkapan kebersihan, sampai peralatan bangunan disalurkan merata ke wilayah terdampak.
“Menjelang perayaan Hari Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, kami memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat pascabencana alam,” tambah pernyataan itu. Tujuannya jelas: mendukung kegiatan sosial, keagamaan, dan ekonomi yang nyaris lumpuh.
Tak cuma bahan material. Sarana pendukung peribadatan juga dikirim ke gereja-gereja yang terdampak. Semua agar ibadah bisa berjalan nyaman. Bahkan, sebagai bentuk kehadiran yang lebih personal, polisi ikut serta dalam ibadah bersama di Gereja HKBP Huta Godang dan Gereja GKPA Aek Ngadol. Mereka tak cuma mengawal dari luar, tapi juga menyatu dengan jemaat.
Koordinasi dengan tokoh agama jadi kunci lain. Mereka dilibatkan sejak persiapan, agar setiap langkah tepat sasaran dan kebutuhan riil umat terpenuhi. Kolaborasi lintas sektor ini intinya adalah pendekatan kemanusiaan, sebuah upaya konkret untuk mempercepat pemulihan kehidupan usai bencana.
Pada akhirnya, di balik semua prosedur dan logistik, ada pesan yang lebih hangat: di saat sulit, negara berusaha hadir bukan sebagai pengawas, tapi sebagai bagian dari masyarakat yang sedang berjuang bangkit.
Artikel Terkait
Ancol Jadi Pelarian Warga Jakarta yang Gagal ke Puncak
Paus Leo XIV Soroti Gaza dan Nestapa Perang dalam Khotbah Natal Perdananya
Kekhawatiran Nabi Yaqub di Detik-detik Terakhir: Apa yang Kalian Sembah Sepeninggalku?
Bimbel Online Bodong di SMPN 10 Pontianak Akhirnya Terbongkar