Di sisi lain, keadaan di lapangan memang kritis. Data dari berbagai lembaga menunjukkan ribuan warga kehilangan rumah. Ratusan ribu rumah rusak. Banyak wilayah terisolasi, aksesnya putus diterjang banjir dan material longsor. Pemerintah pusat sudah mengerahkan tim SAR gabungan, bantuan logistik, dan alat berat untuk membuka jalur. Tapi kritik tetap mengalir.
Sejumlah pengamat menilai respons di 72 jam pertama terasa kurang cepat. Distribusi bantuan juga dikeluhkan belum merata. Situasi inilah yang memicu publik membanding-bandingkan.
Namun begitu, pesan SBY menyoroti hal lain. Penanganan bencana adalah kerja kemanusiaan, bukan arena kompetisi politik. Ia mengajak semua pihak menahan diri dari narasi yang justru memperkeruh suasana.
"Bencana ini besar. Pemerintah pasti bekerja keras. Sudah saatnya semua pihak bergotong royong,"
Respons atas pernyataannya beragam. Ada yang memuji, menilai sikapnya menenangkan dan berjiwa kenegarawanan. Sebagian lain justru menduga SBY menghindari perbandingan karena kritik terhadap pemerintah lama maupun baru sama-sama riskan.
Yang jelas, pernyataan SBY memperlihatkan satu hal: isu penanganan bencana tak cuma soal teknis di lapangan. Persepsi publik dan dinamika politik nasional selalu jadi bagian tak terpisahkan. Di tengah luka mendalam warga Sumatera, ajakan untuk berhenti membandingkan dan fokus pada penyelamatan itu, menjadi suara yang paling mencuri perhatian.
Artikel Terkait
Gotong Royong TNI dan Warga Bersihkan Jalan Tertimbun Longsor di Agam
Tere Liye: Tak Ucapkan Selamat Natal, tapi Doakan Mereka yang Terdampak Banjir
Pemulihan Jembatan Aceh: Dua Titik, Dua Cerita Progres
Tragis di Hari Natal: Pemuda Tewas Usai Terjun dari Bangkai Kapal Viking Pangandaran