Bayangkan suasana kantin sekolah yang ramai. Di sana, anak-anak bisa menikmati makan siang dengan menu yang bergizi dan menggugah selera. Ada sayur asam yang masih mengepul hangat, lodeh yang baru saja matang, telur dadar, ayam goreng, hingga potongan semangka segar yang siap menyegarkan.
Gagasan yang terdengar sederhana dan mulia, bukan? Tapi nyatanya, pilihan itu tidak diambil oleh pemerintah. Lantas, apa alasan di baliknya?
Menurut Kalis Mardiasih, naluri seorang ibu justru dibuat pusing oleh program yang ada. Setiap hari, emosi itu datang berulang.
"Ketika kita tuntut untuk kembalikan ke dapur sekolah, kembalikan ke komunitas, mereka gak mau. Kenapa?" ujarnya.
Ia lalu melanjutkan dengan nada yang tegas, "Ternyata 472 dapur milik si Ijo (TNI), 600 sekian dapur si Coklat (Polri), dapur si Partai, berapa ratus dapur pendukung-pendukungnya, berapa ratus. Ya, akhirnya tuh ketahuan gitu, yang harusnya katanya menyejahterakan (rakyat), mereka gak mau."
Artikel Terkait
Relawan Terpaksa Transit ke Malaysia Demi Bantuan ke Aceh, Tiket Domestik Dinilai Tak Masuk Akal
Pramono Anung Terkejut: Setiap 25 Menit, Satu Nyawa Perempuan Melayang karena Kanker Serviks
Pilkada Lewat DPRD: Solusi Hemat atau Ancaman bagi Suara Rakyat?
Wamenkes Ingatkan: Vaksin HPV untuk Anak Kelas 5-6 SD Tetap Gratis