Tiga Profesor Hukum Dituding Jadi Cendekiawan Kanebo untuk Amankan Perpol Bermasalah

- Selasa, 23 Desember 2025 | 07:50 WIB
Tiga Profesor Hukum Dituding Jadi Cendekiawan Kanebo untuk Amankan Perpol Bermasalah

Menurut Edy, kritik Said bukanlah serangan pribadi. Itu cermin kegelisahan publik atas sikap patuh yang pilih-pilih terhadap konstitusi. “Tiga tokoh tadi pasti paham benar bahwa putusan MK bersifat final dan binding. Namun dari gerilya yang tampak, putusan MK hendak diredam demi konsolidasi kekuasaan,” imbuhnya.

Ironisnya, Jimly Asshiddiqie pernah menjadikan sifat final and binding itu sebagai alasan untuk tidak menganulir Putusan MK yang menguntungkan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. Padahal, karena putusan yang sama, Jimly sebagai Ketua Majelis Kehormatan MK justru mencopot Anwar Usman dari kursi ketuanya. Kontradiksi yang sulit dijelaskan.

Polemik ini, bagi Edy, mencerminkan krisis yang lebih dalam. Elite hukum yang seharusnya jadi penjaga gerbang konstitusi malah berubah menjadi arsitek kompromi. Keterlibatan para pakar ternama justru bisa memperpanjang napas sebuah pelanggaran.

Di sisi lain, Kapolri Listyo Sigit sendiri tampak enggan mengakui bahwa Perpolnya memantik konflik. Dia malah berterima kasih atas PP yang disusun, seolah ini murni soal sinergi, bukan pembangkangan terhadap MK.

Padahal sejarah kita sudah memberikan pelajaran yang mahal. Pengaburan batas antara militer dan sipil di era Orde Baru berujung pada erosi demokrasi yang dalam. Ini bukan isu sepele. Ini ujian eksistensial bagi supremasi konstitusi kita.

Jika dibiarkan, preseden buruk ini bisa menular. Publik bisa saja menuntut gerilya hukum serupa untuk mengakali Putusan MK lain, misalnya soal syarat usia capres-cawapres. Kalau aturan tentang larangan aparat bersenjata duduk di jabatan sipil bisa “diralat” dengan PP, kenapa soal usia wapres tidak? Pertanyaan yang menggelitik, sekaligus mengkhawatirkan.

“Para elit itu harus selalu diingatkan, bahwa rakyat bukan objek belaka. Rakyat adalah pemilik sah negeri. Kepercayaan mereka terhadap negara sedang dipertaruhkan,” jelas Edy, merujuk pada seruan patriotik Said Didu untuk menyelamatkan Indonesia.

Edy menegaskan, Prabowo, Yusril, Mahfud, dan Jimly harus berhenti bermain api. Cabut Perpol itu. Patuhi Putusan MK sepenuhnya, dan kembalikan Polri ke koridornya. Indonesia adalah negara hukum, bukan arena tarik-menarik kepentingan elit.

“Waktunya Prabowo bertindak, sebelum retak konstitusi jadi jurang yang mencerai-beraikan NKRI,” seru Edy.

“Jangan biarkan pertanyaan publik terus menggantung. Pertanyaan sederhana: kenapa Prabowo begitu takut pada Sigit? Sepertinya pertanyaan 280 juta lebih penduduk Indonesia itu hanya bisa dijawab oleh Prabowo, Sigit, dan Jokowi,” tegasnya menutup pembahasan.


Halaman:

Komentar