Di sisi lain, kita harus bijak menyikapi semua informasi ini. Ilmu pengetahuan bicara soal probabilitas dan mitigasi, bukan ramalan. Tidak ada yang bisa memastikan kapan persisnya bumi akan berguncang. Jadi, saat ada klaim yang terdengar terlalu pasti, sebaiknya kita tahan dulu untuk tidak ikut menyebarkan kepanikan.
Namun begitu, lengah juga bukan pilihan. Waspada itu sikap sadar. Sadar bahwa kita tinggal di kawasan rawan, sadar akan hukum alam, dan sadar bahwa persiapan itu perlu. Kewaspadaan yang rasional itu terwujud dalam hal-hal praktis: memeriksa kekokohan bangunan, menghafal jalur evakuasi, atau sekadar berdiskusi dengan keluarga soal rencana darurat. Hal-hal sederhana yang sering diabaikan, padahal bisa jadi penyelamat.
Lebih dari itu, kewaspadaan harus jadi urusan bersama. Bencana tidak pilih-pilih korban, tapi dampaknya paling berat dirasakan oleh kelompok rentan. Lansia, anak-anak, penyandang disabilitas. Karena itu, kesiapsiagaan harus bersifat kolektif. Kenali tetangga, kuatkan komunitas, dan sebarkan informasi yang benar dengan empati, bukan sensasi.
Di tengah ikhtiar lahiriah itu, doa punya peran penting. Berdoa bukan tanda kelemahan, melainkan pengakuan akan keterbatasan kita. Kita berusaha mempersiapkan segalanya, tapi akhirnya ada kekuatan yang lebih besar. Doa menenangkan batin, menjaga kita dari kecemasan berlebihan yang justru mengacaukan pikiran. Hati yang tenang membantu kita bertindak lebih rasional.
Selain meminta dijauhkan dari bencana, tak ada salahnya kita juga memohon kesiapan jika ujian itu datang. Masyarakat yang tangguh adalah yang mampu bangkit dan saling menolong. Doa semacam ini membentuk mental kuat: tidak pasrah buta, tapi juga tidak sombong merasa aman sepenuhnya.
Isu yang ramai ini seharusnya jadi momentum refleksi. Sudahkah pembangunan kota mengutamakan keselamatan jangka panjang? Atau hanya mengejar keuntungan sesaat? Sudahkah kita sebagai warga peduli dengan lingkungan dan keselamatan bersama? Pertanyaan-pertanyaan ini jauh lebih substansial daripada sekadar diteror rasa takut.
Pada akhirnya, waspada dan doa adalah dua sisi yang melengkapi. Waspada tanpa doa bisa membuat kita cemas dan kering. Doa tanpa kewaspadaan bisa membuat kita lengah. Menemukan keseimbangannya melahirkan sikap hidup yang matang: siap untuk yang terburuk, tapi tetap berharap pada yang terbaik.
Semoga kita semua dilindungi dan diberi ketenangan. Dan jika suatu saat nanti alam benar-benar menguji, semoga kita diuji dalam keadaan siap, bersatu, dan saling menguatkan. Karena yang menyelamatkan manusia bukan cuma kekuatan beton, tapi juga kekuatan hati dan kebersamaan.
Artikel Terkait
Perpol 10/2025: Pintu Khusus Polisi Aktif di Kementerian Saat Anak Muda Gigit Jari
Mantan Bintang Nickelodeon Tylor Chase Ditemukan Hidup sebagai Tunawisma, Rekan Artis Bergerak Tolong
Yogya Macet Total, Warga Lokal Pilih Ngadem di Rumah
Relawan Terpaksa Transit ke Malaysia Demi Bantuan ke Aceh, Tiket Domestik Dinilai Tak Masuk Akal