Masalahnya tak berhenti di situ. Edy mengungkit sederet pernyataan pejabat lain yang mencerminkan kualitas berpikir yang memprihatinkan. Ada Menteri ESDM yang bilang tak peduli SPBU swasta dijadikan tempat pijat, hingga ancaman mengisi tangki dengan es batu. Lalu, pernyataan mantan Wamenaker soal gaji Rp11 juta dan “pintar-pintar nyopet” untuk tambahan penghasilan. Sungguh di luar nalar.
Kasus mobil pengantar MBG yang menabrak siswa SD di Jakarta juga disorot. Alih-alih membahas standar keselamatan yang jelas-jelas bobrok, pejabat malah melontarkan ide nyeleneh: membeli kostum Power Rangers untuk meningkatkan semangat makan siswa. “Itu guyonan busuk. Anak-anak jadi korban, tapi pejabatnya bercanda,” tegas Edy.
Bagi Edy, ini jelas bukan soal kemampuan public speaking yang buruk. Ingat, Tito Karnavian adalah pemegang gelar PhD Strategic Studies dari Singapura dengan predikat excellent. “Artinya jelas,” ujarnya. “Ijazah tinggi tidak otomatis berbanding lurus dengan adab dan kualitas berpikir.”
Lantas, di mana akar masalahnya? Menurut Edy, semua bermuara pada sistem politik dan kualitas manusia yang mengisinya. Nasionalisme dan jargon “negara kita kaya” tak akan menyelesaikan krisis etika, empati, dan kejujuran di lingkar kekuasaan. “Bangsa itu konsep imajiner. Yang nyata adalah manusia-manusianya. Kualitas bangsa ditentukan kualitas manusianya,” katanya.
Ia menutup dengan peringatan yang keras. Kekuasaan bisa direbut. Jabatan bisa diakali. Persepsi publik pun bisa direkayasa. Namun, ada dua hal yang tak bisa dipalsukan: wibawa dan kredibilitas.
“Celakanya, dua hal itu justru absen dari pejabat kita hari ini,” pungkasnya.
(Ys)
Artikel Terkait
Di Tengah Reruntuhan Gaza, 203 Pasangan Rayakan Pernikahan Massal
Wamendagri Soroti Reformasi Birokrasi: Jangan Cuma di Atas Kertas, Harus Sampai ke Rakyat
Kabut Sensor Menyelimuti Bencana Sumatera
Kotak Misterius di Depan Gereja GKPS Bandung Picu Kepanikan Warga