Bencana di Mana-Mana, Pejabat Ngelantur: Krisis Adab Elite di Tengah Derita Rakyat
Kritik pedas datang dari wartawan senior Agustinus Edy Kristianto. Sasaran utamanya? Perilaku dan cara berpikir para pejabat yang dinilainya kian jauh dari nilai adab, empati, dan etika berbangsa. Bagi Edy, persoalan kita sekarang ini lebih dalam. Bukan cuma soal salah ucap, tapi sudah masuk ke wilayah krisis moral dan kejiwaan di lingkar kekuasaan.
Refleksinya berawal dari sebuah petuah lama. Dulu, seorang ahli jiwa senior pernah mengajarinya cara menilai kualitas seseorang. Caranya sederhana: lihat dari tiga hal. Ucapan, reaksi spontan, dan selera humor.
Menurutnya, petuah itu tiba-tiba terasa sangat relevan. Pemicunya adalah video mantan Menteri Luar Negeri Malaysia yang secara terbuka menyebut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tidak berbudi bahasa. Bahkan, kata dia, Tito perlu belajar adab dan sekolah lagi. Komentar pedas itu muncul menyusul pernyataan Tito yang dianggap meremehkan bantuan obat-obatan senilai US$60 ribu dari Malaysia untuk korban banjir di Sumatra.
Bagi Edy, cap "tidak berbudi bahasa" itu bukan sekadar kritik personal. Itu tamparan keras bagi martabat bangsa. “Sebagai rakyat yang membayar pajak, saya malu dan merasa rugi,” ujarnya dengan nada kesal. “Uang negara dipakai menggaji pejabat yang dipermalukan di forum internasional.”
Yang lebih menyakitkan, rangkaian pernyataan ngawur pejabat justru bermunculan saat rakyat sedang menderita. Bencana alam melanda Sumatra, tapi perhatian elite seolah teralihkan. Presiden malah berbicara soal rencana penanaman sawit di Papua. Padahal, salah satu pemicu bencana di Sumatra adalah masifnya alih fungsi hutan.
Data riset Kompas (Desember 2025) mencatat fakta pahit. Alih fungsi hutan jadi kebun sawit terbesar terjadi di Sumatra Utara, seluas 354.865 hektare. Disusul Sumatra Barat dan Aceh. Sementara itu, di lapangan, bencana terus merenggut.
Di saat genting seperti ini, yang dilakukan pejabat justru menggelitik. Menko Pangan pamer gotong beras, berfoto sambil menghisap cerutu, lalu safari podcast untuk membela diri. Menteri Kesehatan disebut berkelakar soal pengiriman tenaga kesehatan naik pesawat Hercules, agar Presiden bisa berfoto saat pelepasan. “Itu bukan empati, itu pencitraan murahan,” sindir Edy.
Artikel Terkait
Di Tengah Reruntuhan Gaza, 203 Pasangan Rayakan Pernikahan Massal
Wamendagri Soroti Reformasi Birokrasi: Jangan Cuma di Atas Kertas, Harus Sampai ke Rakyat
Kabut Sensor Menyelimuti Bencana Sumatera
Kotak Misterius di Depan Gereja GKPS Bandung Picu Kepanikan Warga