Rhenald menilai kebijakan akuisisi 53 kapal milik PT JN dilakukan untuk kepentingan mobilitas masyarakat. Proses akuisisi, menurutnya, telah melibatkan perusahaan jasa penilai yang independen.
"Nah mereka melakukan penilaian, mereka melihat kapalnya bagus apa enggak, layak atau tidak, harganya normal atau tidak. Akhirnya dicapai kesepakatan harganya dengan bantuan dari kantor jasa penilai ini," kata Rhenald.
Namun, dia mengungkapkan bahwa penyidik memiliki metode penghitungan yang berbeda. Ahli yang dihadirkan ke persidangan menilai kapal-kapal tersebut hanya sebagai besi tua dengan nilai tidak lebih dari Rp19 miliar.
"Kemudian karena dihitung sebagai besi tua jadilah itu cuma Rp19 miliar, dihitung lah oleh akuntannya sendiri jadi nilainya Rp19 miliar. Jadi karena dibelinya Rp1,2 triliun, maka kerugiannya dikurangin Rp19 miliar tuh, itu kerugiannya. Waduh kok begitu ya?" ujarnya.
Rhenald menyayangkan pembelian aset strategis tersebut justru dianggap menimbulkan kerugian besar. Padahal, kapal-kapal yang diakuisisi justru berkontribusi pada peningkatan kinerja operasional dan keuntungan ASDP.
Dalam pleidoinya, Ira Puspadewi digambarkan sebagai pribadi yang sederhana dan dedikatif. Dia disebutkan tidak pernah menggunakan fasilitas pesawat kelas bisnis dan senantiasa bekerja keras untuk memajukan perusahaan.
Artikel Terkait
BIN–Australia–Timor Leste Jalin Kolaborasi Intelijen, Pengamat: Sinyal Baru Geopolitik Indo-Pasifik
Kecerdasan Buatan Hidupkan Kembali Denyut Pasar Parit Besar Era 1970-an
Misteri Kematian Dosen UNTAG di Hotel, Perwira Polisi Jadi Pelapor Kunci
Klarifikasi KPU Surakarta: Berkas Ijazah Jokowi Utuh, Buku Agendanya yang Dimusnahkan