Teknologi percetakan mutakhir digunakan untuk menghasilkan dokumen yang mirip aslinya. Berbagai template tanda tangan pejabat akademik mereka miliki dengan detail yang sempurna. Bahkan mereka berani memberikan jaminan keaslian melalui layanan pesan instan.
Di beberapa wilayah, polisi menemukan praktik pemberian diskon untuk pembelian paket gelar ganda. Promosi seperti "paket S2 plus S3 dengan harga khusus" menjadi bukti keberanian mereka beroperasi.
Klien mereka berasal dari berbagai profesi: calon guru, karyawan perusahaan, pejabat daerah, hingga public figure yang ingin meningkatkan kredibilitas. Dalam satu kasus, seorang penceramah agama membeli gelar doktor untuk menaikkan tarif honor ceramahnya.
Praktik Perusahaan yang Memperburuk Situasi
Ironisnya, beberapa perusahaan justru berkontribusi pada masalah ini dengan menahan ijazah asli karyawan. Tindakan ini dilakukan seolah-olah ijazah adalah jaminan kinerja, padahal jelas melanggar hukum ketenagakerjaan.
Pekerja terpaksa menyerahkan dokumen penting mereka karena takut kehilangan pekerjaan atau menghadapi masalah pembayaran gaji. Padahal, beberapa ijazah yang ditahan ternyata adalah dokumen palsu, menciptakan situasi absurd dimana perusahaan menyandera barang tanpa nilai.
Meski sudah banyak kasus terungkap, diperkirakan masih ratusan kasus serupa yang tidak dilaporkan di berbagai daerah.
Sistem Birokrasi yang Turut Berkontribusi pada Masalah
Akar masalah sebenarnya terletak pada sistem birokrasi yang mengutamakan dokumen formal dibanding kompetensi nyata. Proses verifikasi ijazah masih mengandalkan arsip fisik dan tanda tangan manual yang rentan pemalsuan.
Tidak adanya database nasional terintegrasi menjadi celah keamanan besar. Institusi pendidikan juga belum menerapkan sistem pengamanan dokumen yang memadai. Pada akhirnya, birokrasi mengajarkan bahwa gelar lebih penting daripada kemampuan.
Sanksi hukum yang ringan terhadap pelaku pemalsuan juga tidak memberikan efek jera. Ditambah dengan budaya masyarakat yang masih mengagungkan gelar akademik, praktik ini terus berkembang.
Dampak Jangka Panjang yang Mengkhawatirkan
Bayangkan masa depan dimana pejabat pemerintah membuat keputusan strategis berdasarkan kualifikasi palsu. Tenaga medis melakukan tindakan dengan ijazah hasil cetakan. Dosen mengajar dengan kredensial akademik fiktif.
Guru-guru dengan ijazah tidak sah mengajar generasi penerus bangsa. Manajer perusahaan mengambil keputusan berdasarkan otoritas gelar yang tidak pernah dipelajari secara sah.
Jika tidak ada tindakan tegas, Indonesia tidak hanya akan dipenuhi lulusan gadungan, tetapi juga membangun masa depan berdasarkan kebohongan. Ketika fondasi pendidikan runtuh, bangsa tidak memerlukan musuh eksternal untuk hancur.
Artikel Terkait
Generasi Muda AS Berbalik? Analisis Dampak Pernyataan Nalin Haley terhadap Israel
Kepala Sekolah Tewas dalam Serangan Israel di Al-Mansouri, Lebanon
Hukuman Mati untuk Penculik Anak di Afghanistan: Efek Jera Hukum Islam vs Hukum Positif
Tanah Longsor Banjarnegara: 3 Korban Luka & 660 Jiwa Mengungsi, Ini Faktanya