Sebelumnya, penyidik KPK diketahui telah melakukan pemeriksaan intensif terhadap sekitar 350 biro travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Pemeriksaan ini bertujuan mengungkap dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji pada periode 2023–2024. KPK menyebut nilai kerugian negara dalam kasus ini diduga kuat menembus angka lebih dari Rp1 triliun.
Meski telah melakukan pemeriksaan masif, KPK hingga kini belum juga menetapkan tersangka. Padahal, pada Rabu, 10 September 2025, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, berjanji akan mengumumkan tersangka dalam waktu dekat. Janji ini hingga kini belum terealisasi, dan Asep meminta masyarakat untuk terus bersabar.
Modus dan Dugaan Pelanggaran dalam Alokasi Kuota Haji
Kasus ini berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. Tambahan kuota ini kemudian dikelola dan diduga kuat diperjualbelikan. Mekanisme yang terjadi diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan proporsi kuota 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Dalam prakteknya, biro travel haji diduga diwajibkan menyetor commitment fee kepada oknum pejabat Kemenag senilai USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota. Dana hasil setoran ini lalu diduga digunakan untuk pembelian aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang berhasil disita oleh KPK.
Hingga berita ini diturunkan, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan praperadilan yang diajukan oleh ARRUKI dan LP3HI. Perkembangan kasus korupsi kuota haji ini terus dinantikan publik.
Artikel Terkait
Rismon Sianipar Tantang Ahli IT Polri Debat Ijazah Jokowi: Ini Alasannya
KPK Akan Hadirkan Sepupu Bobby Nasution Jadi Saksi Kunci di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut
KPK Tunggu Hasil Sidang untuk Tindak Lanjut Kasus Bobby Nasution
KPK Ungkap Modus Korupsi Makanan Balita: Gizi Diganti Tepung dan Gula