Apalagi mencapai target penerimaan bea cukai tahun ini yang dinaikkan 1,63 persen dari realisasi 2024 sebesar Rp300,2 triliun.
“Upaya meningkatkan pendapatan bea cukai bukan sekedar ketegasan dalam pengawasan barang ilegal tapi juga butuh konseptor. Misalnya bagaimana memperluas barang kena cukai, itu kan bukan urusan militer. Sehingga saya khawatir target penerimaan bea masuk Rp301,6 triliun bakal terjadi shortfall lagi tahun ini,” tutur Bhima.
Eks Tim Mawar
Latar belakang Djaka yang merupakan eks Tim Mawar juga menjadi sorotan.
Tim Mawar merupakan tim kecil yang dibuat kesatuan Kopassus yang ketika itu pimpinan Prabowo selaku Danjen Kopassus.
Pada Juli 1997, tim tersebut dibentuk dan dikomandoi Mayor Infanteri Bambang Kristiono. Mereka memiliki target untuk memburu dan menangkap aktivis yang dianggap 'radikal'.
Sebagai Komandan Tim Mawar, Mayor Infanteri Bambang memiliki 10 anggota.
Selain Djaka yang ketika itu masih berpangkat Kapten Infanteri, sembilan anggota Tim Mawar lainnya, yakni: Kapten Infanteri Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Infanteri F.S. Multhazar, Kapten Infanteri Julius Stefanus, Kapten Infanteri Untung Budiharto, Kapten Infanteri Dadang Hindrayuda, Kapten Infanteri Fauka Nurfarid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Tim Mawar dituduh bersalah dalam peristiwa penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis pro demokrasi.
Di mana dari 22 aktivis yang diculik; sembilan orang kembali dalam keadaan hidup dan 13 lainnya masih hilang hingga saat ini.
Ketigabelas aktivis yang hilang hingga saat ini adalah Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Suyat, Yani Afri, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Sony, Noval Alkatiri, Ismail, Ucok Siahaan alias Ucok Munandar, Yadin Muhidin, Hendra Hambali, dan Abdun Nasser.
Kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis ini sempat diadili Mahkamah Militer Tinggi II-08 Jakarta.
Direktur Imparsial, Ardi Manto menilai penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak asasi manusia.
Selain juga sebagai bentuk pengabaian terhadap hak-hak keluarga korban untuk mendapat keadilan.
“Bagaimana mungkin korban akan mendapat keadilan jika pelaku justru diberikan tempat dan jabatan strategis di pemerintahan,” jelas Ardi.
Selain Djaka, beberapa eks Tim Mawar lainnya diketahui turut mendapat jabatan strategis. Salah satunya, yakni Letjen Nugroho Sulistyo Budi.
Jenderal bintang tiga dari matra TNI Angkatan Darat atau AD itu kini menjabat Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Pengangkatan ini menambah daftar panjang penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil dan memperkuat praktik Dwifungsi TNI di ranah sipil,” jelas Ardi.
Ardi menegaskan penunjukan Djaka selaku prajurit aktif sebagai Dirjen Bea Cukai merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.
Sebab Kementerian Keuangan atau Ditjen Bea Cukai tidak masuk dalam 14 kementerian/lembaga yang dapat dijabat prajurit TNI aktif sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Ayat 1.
“Pengangkatan Letjen Djaka Budi Utama yang masih berstatus prajurit TNI aktif sebagai Dirjen Bea Cukai sangat jelas mencederai profesionalisme TNI, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi,” ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi membenarkan Kementerian Keuangan atau Ditjen Bea Cukai tidak termasuk dalam 14 lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Namun, ia menjabat normatif ketika ditanya ihwal status keprajuritan Djaka.
“Semua prajurit aktif yang akan menduduki jabatan di luar 14 kementerian/lembaga yang diperbolehkan, prajurit TNI tersebut harus mengundurkan diri dari kedinasan sebagai prajurit aktif atau pensiun dini,” jelas Kristomei.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
DPR Dapat Rp702 Juta Buat Libur, Ternyata Ini yang Bikin Mereka Rela Tunjangan Rumah Dihapus!
Prabowo vs Geng Solo: Benarkah Rakyat Sudah Muak dengan Para Pejabat?
Prof Ikbar Bongkar Bahaya Legacy Jokowi: Orang Tak Lulus SMP Bisa Jadi Wapres!
Ijazah Jokowi & Gibran Palsu? Iwan Fals Bongkar Fakta Mengejutkan!