Kasus ini sendiri berawal dari permintaan 'fee' yang diduga kuat ditekankan Abdul Wahid kepada bawahannya. Fee ini terkait dengan pembengkakan anggaran tahun 2025 untuk UPT Jalan dan Jembatan di lingkungan Dinas PUPR PKPP. Anggarannya melonjak drastis, dari semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
Nah, di sinilah masalahnya. KPK menduga Abdul Wahid tak segan mengancam bawahannya yang enggan menyetor. Uang yang diminta, yang disebut-sebut sebagai 'jatah preman', nilainya fantastis: Rp 7 miliar. Setoran itu diduga dilakukan tiga kali sepanjang 2025, tepatnya di bulan Juni, Agustus, dan November.
Lalu untuk apa uang sebanyak itu? Menurut penyidik, dana tersebut rencananya akan dipakai Abdul Wahid untuk biaya lawatan ke luar negeri.
Selain Abdul Wahid, KPK sudah menetapkan dua orang lagi sebagai tersangka. Mereka adalah Dani M Nursalam, tenaga ahli sang gubernur, dan M Arief Setiawan, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau. Kasus ini masih terus bergulir, dan pemeriksaan terhadap para saksi seperti Dahri diharapkan bisa mengungkap lebih banyak lagi.
Artikel Terkait
Deltras FC dan KemenUMKM Garap Ekonomi Warga di Sekitar Stadion Gelora Delta
Pria Tua di Bogor Tewas Terserempet KRL Saat Menyeberang Rel
Begal di Lampu Merah Tambora Dibekuk Kurang dari Sehari
Bayi Dua Bulan Bertahan Hidup Setelah Terombang-ambing Semalaman Diterjang Banjir Bandang