"Para penculik mungkin tidak menyadari bahwa kemampuan polisi dalam melacak sudah sangat maju. Dengan penggunaan handphone saja, lokasi seseorang sudah dapat diketahui," ungkap Wahida.
Ia meyakini bahwa komunikasi via handphone yang digunakan para pelaku menjadi celah bagi polisi untuk mengungkap kasus ini. "Saya yakin polisi kita memiliki sumber daya yang cerdas dan terampil," tambahnya.
Wahida juga berharap masyarakat memiliki perspektif yang lebih modern tentang Suku Anak Dalam. Ia menegaskan bahwa komunitas ini pada dasarnya terdiri dari orang-orang baik dan tidak jauh berbeda dengan warga masyarakat lainnya.
"Masyarakat Suku Anak Dalam jangan dibayangkan secara aneh-aneh. Memang mungkin mereka belum sepenuhnya mengenal teknologi seperti komputer atau listrik, tetapi mereka adalah orang-orang yang baik," tegas Wahida.
Dalam pengembangan kasus ini, kepolisian telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Sri Yuliana (SY, 30), Meriana (MA, 42), Adit Saputra (AS, 36), dan Nadia Hutri (NH, 29).
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa Bilqis pertama kali dijual oleh Sri Yuliana kepada Nadia Hutri dengan harga Rp 3 juta. Nadia kemudian menjualnya kembali kepada Adit Saputra dan Meriana, yang mengaku sebagai pasangan suami istri tanpa anak, dengan harga Rp 30 juta. Transaksi terakhir terjadi ketika Adit dan Meriana menjual Bilqis seharga Rp 80 juta kepada warga Suku Anak Dalam.
Artikel Terkait
Zelensky di Luar Negeri, Rusia Klaim Kuasai Dua Kota Kunci di Timur Ukraina
Ayam Bersyahadat dan Pelajaran Toleransi di Hutan Kalimantan
Indonesia Serukan Penahanan Diri Jelang Eskalasi di Yaman Selatan
Aksi Pedang Samurai Gerebek Silaturahmi Natal di Minahasa