Regulasi KCJB bersifat kontradiktif: secara formil legal, namun secara materiil melanggar asas dasar negara hukum berupa transparency, accountability, dan checks and balances.
Yurisprudensi: Preseden Hukum atas Korupsi Infrastruktur
Mahkamah Agung telah menegaskan standar transparansi sebagai syarat legalitas proyek publik melalui:
- Putusan MA No. 964 K/Pid.Sus/2018: pembayaran proyek infrastruktur tanpa evaluasi transparan merupakan perbuatan melawan hukum
- Putusan MA No. 123 K/Pid.Sus/2020: penjaminan pemerintah tanpa audit BPK adalah penyalahgunaan wewenang
Preseden ini relevan untuk KCJB dimana dugaan mark-up dan jaminan negara tanpa audit terbuka memenuhi unsur melawan hukum sebagaimana Pasal 3 UU Tipikor.
Yurisdiksi dan Kewenangan: Tipikor atau Arbitrase Internasional
Yurisdiksi utama atas dugaan korupsi proyek KCJB berada pada Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan sesuai Pasal 52 UU Tipikor. Namun kompleksitas hubungan dengan investor asing menimbulkan potensi sengketa lintas yurisdiksi.
Apabila sengketa finansial antara KCIC dan China Railway International terjadi, arbitrase internasional ICSID dapat menjadi forum penyelesaian. Untuk aspek pidana dan tata kelola publik, yurisdiksi tetap pada lembaga domestik: KPK, BPK, dan BPKP.
Reformasi Transparansi: Langkah Konkrit Pemulihan Integritas Hukum
Untuk memulihkan integritas hukum dan kepercayaan publik, diperlukan langkah-langkah rigid:
- Audit Forensik BPK-KPK secara menyeluruh termasuk penelusuran jaminan PII dan kontrak KCIC
- Perubahan/Pencabutan Perpres 93/2021 dan PMK 89/2023 untuk menghapus tumpang tindih regulasi
- Penerapan penuh UU KIP termasuk keterbukaan kontrak dan laporan keuangan proyek
- Penegakan hukum di Pengadilan Tipikor tanpa kompromi politik
Transparansi bukan pilihan moral, melainkan syarat keberlangsungan negara hukum demokratis. KCJB telah menunjukkan bahwa tanpa transparansi, hukum kehilangan martabatnya dan negara kehilangan legitimasi moralnya.
Kesimpulan: Cermin Buram Negara Hukum Indonesia
Kasus KCJB menjadi studi hipokrisi konstitusional dimana negara menegasikan prinsip dasar hukum yang seharusnya dijunjung tinggi. Hukum tidak boleh terus disiasati oleh politik proyek.
Transparansi menjadi kunci untuk membangun wajah baru Indonesia: hukum yang mampu mengadili ketidakjujuran meski dilakukan oleh penguasa tertinggi sekalipun.
Artikel Terkait
Meriahnya HUT RI ke-80 di Beijing: Tenun Tanimbar & Puncak Kerja Sama Indonesia-China
Paul Biya Kembali Menang: Kekuasaan 8 Periode, Kerusuhan Berdarah, dan Kontroversi di Balik Kursi Presiden 92 Tahun
Jokowi Buka Fakta Mengejutkan Soal Utang Whoosh: Bukan Cari Duit, Tapi Selamatkan Negara Rp 100 Triliun!
12 SPPG Tutup Kembali Beroperasi: Dampaknya untuk Program Makan Bergizi Gratis!