Pulang ke Ngawi, Menyembuhkan Lelah yang Tak Bisa Diatasi Tidur

- Kamis, 01 Januari 2026 | 02:36 WIB
Pulang ke Ngawi, Menyembuhkan Lelah yang Tak Bisa Diatasi Tidur

Minggu itu di Solo berjalan begitu cepat. Aku terseret di dalamnya. Sehari-hari diisi kuliah, tugas, rapat organisasi, dan kepanitiaan. Bahkan saat libur, aku masih ke kampus. Selalu ada yang harus dibereskan, dan sebenarnya aku menikmatinya. Aku ikut semua ini karena suka, bukan terpaksa. Rasanya menyenangkan, merasa produktif dan dibutuhkan. Tapi lama-lama, ketika semuanya datang bersamaan, rasa suka itu mulai bercampur dengan lelah yang aneh. Sejenis burnout yang merayap perlahan, tanpa kusadari.

Rapat dan deadline berjalan beriringan. Tugas kuliah terus menumpuk. Notifikasi grup tetap berdering bahkan saat hari sudah gelap. Pulang ke kos sore hari, badan rasanya habis, tapi kepala masih ramai memikirkan daftar pekerjaan yang tak kunjung selesai. Jadi, ketika tahu ada libur tiga hari, aku pikir: ini dia, kesempatan untuk mengembalikan tenaga. Aku yakin itu cukup untuk membuatku merasa hidup lagi.

Hari pertama libur, aku memilih diam di kos. Rebah, tutup laptop lebih awal, makan enak, tidur sampai puas. Gagasan recharge itu kelihatan masuk akal, kan? Tapi anehnya, saat bangun, kelelahan itu tak juga hilang. Badan beristirahat, tapi pikiran masih berkeliaran di kampus di ruang rapat, di tumpukan kertas. Aku duduk lama di kasur kos yang sempit, menatap dinding yang sudah terlalu familiar. Akhirnya, aku sadar. Mungkin yang lelah bukan cuma badan. Mungkin ada bagian lain dalam diri yang ikut capek, dan bagian itu tak bisa sembuh hanya dengan tidur.

Malamnya, kubuka kalender. Setelah dihitung-hitung, libur ternyata tinggal dua hari lagi. Dua hari. Bukannya lega, dadaku malah sesak. Terlalu singkat untuk menambal energi yang bocor sepanjang minggu. Aku menatap layar ponsel lama, mencoba meyakinkan diri bahwa aku akan baik-baik saja jika bertahan di sini. Tapi semakin dipikir, semakin jelas satu hal yang selama ini kutahan-tahan: aku butuh pulang.

Keputusan itu muncul sederhana, hampir seperti bisikan.

"Besok sore pulang ke rumah."

Aku pulang bukan untuk kabur. Bukan untuk lari dari tanggung jawab. Rapat organisasi masih menunggu, kepanitiaan tetap berjalan, tugas kuliah takkan hilang. Jadi, kumasukkan semuanya ke dalam tas laptop, catatan, apa saja yang bisa dikerjakan dari rumah. Tujuanku sederhana: aku pulang supaya bisa menjalani semua ini dengan lebih tenang, dari tempat yang rasanya bisa memulihkan sesuatu di dalam.


Halaman:

Komentar