Ini soal ketiadaan kepekaan kebijakan.
Di saat yang sama, ketika korban bencana di Sumatera masih kesulitan mencari sesuap nasi untuk hari ini, negara justru terkesan menghambur-hamburkan pangan. Semua demi mempertahankan rutinitas sebuah program yang seharusnya bisa lebih fleksibel.
Padahal, dalam kondisi darurat, sumber daya negara seharusnya bisa lebih lentur. Dialihkan sementara untuk menyelamatkan mereka yang paling membutuhkan. Itu nalar yang sederhana, tapi tampaknya sulit diwujudkan.
Pada akhirnya, ironi ini memperlihatkan satu hal penting: masalah kita bukan terletak pada kurangnya program, melainkan pada kurangnya keberanian untuk menyesuaikan kebijakan dengan kenyataan di lapangan.
Negara yang hadir bagi rakyatnya bukan cuma negara yang disiplin menjalankan program di atas kertas. Lebih dari itu, ia adalah negara yang punya kepekaan untuk mendahulukan kemanusiaan ketika situasi menuntutnya.
(by Setiya Jogja)
Artikel Terkait
Ancaman Bom Melalui Email Gegerkan Sepuluh SMA di Depok
Tiga Eks Dirut Bank DKI Diadili Atas Dugaan Kredit Fiktif Sritex Rp150 Miliar
Palembang Gelontorkan Rp 12,7 Miliar untuk Atlet Berprestasi
Kapolri Pimpin Apel Banser Cirebon, 11 Ribu Personel Siap Amankan Nataru