Jejak Panjang Gus Yahya dan Koneksi Global yang Mengoyak PBNU

- Jumat, 19 Desember 2025 | 07:20 WIB
Jejak Panjang Gus Yahya dan Koneksi Global yang Mengoyak PBNU

Polemik itu perlahan mereda. Apalagi setelah adik Gus Yahya, Yaqut Cholil Qoumas, diangkat jadi Menteri Agama. Kansnya untuk jadi Ketum PBNU pun menguat.

Fase Paling Politis: CSCV dan R20

Tahun 2021, jelang Muktamar ke-34, Taylor mendirikan Center for Shared Civilizational Values (CSCV). Lembaga ini melibatkan Taylor, Yahya Cholil Staquf, dan Yaqut Cholil Qoumas. Fase ini yang paling politis.

Tak heran, Taylor dan CSCV sangat girang ketika Gus Yahya berhasil memenangkan Muktamar. Tak lama kemudian, melalui diplomasi internal, Taylor diangkat menjadi penasihat Ketua Umum bidang hubungan internasional posisi yang tak ada dalam AD/ART NU.

CSCV lalu ditunjuk sebagai sekretariat tetap Religion of Twenty (R20), forum pemimpin agama global yang digelar bersamaan dengan KTT G20 di Bali 2022. Melalui R20, Gus Yahya dan PBNU tampil di panggung dunia.

Dari kacamata soft power, R20 berhasil menempatkan NU dalam arsitektur diplomasi global dan menggeser isu geopolitik ke bahasa "peradaban".

Lalu, pada 2024, CSCV mengirim 5 kader NU untuk kunjungan ke Israel. Mereka bertemu Presiden Isaac Herzog. Sekali lagi, ini disebut kegiatan personal. Tapi sekali lagi, PBNU harus menanggung beban simboliknya.

Gus Yahya tahu ini akan jadi masalah. Dia pun menggelar konferensi pers dan meminta maaf.

‘ala kulli hal, apa pun yang terjadi, saya sebagai Ketua Umum PBNU, saya mohon maaf atas kesalahan yang dibuat oleh teman-teman NU ini dan saya juga memohonkan maaf untuk mereka kepada masyarakat luas. Mudah-mudahan bersedia memaafkan, dan mudah-mudahan tidak terulang kembali,” katanya waktu itu.

Penetrasi ke Jantung Kaderisasi: AKN NU

Puncak kekhawatiran terjadi ketika jejaring CSCV menyentuh ranah kaderisasi elit lewat Akademi Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (AKN NU). MoU antara PBNU dan CSCV membuka pintu bagi aktor global untuk ikut merancang kurikulum dan memilih narasumber.

Banyak anggota PB Syuriyah mulai resah. Mereka menilai ada penyimpangan dari manhaj Aswaja, dominasi perspektif Barat, dan minimnya sensitivitas geopolitik umat. Surat permintaan evaluasi dari Syuriyah tak digubris.

Kontroversi memuncak saat C. Holland Taylor mengutus Peter Berkowitz, mantan penasihat Presiden AS, jadi narasumber AKN NU. Berkowitz dikenal sebagai tokoh pro-Israel yang membela negara itu dari tuduhan pelanggaran hukum internasional di Gaza. Ini dianggap bukti nyata penetrasi jejaring Zionis.

Jika ditarik benang merah, keberadaan jejaring global ini menimbulkan ancaman serius. Mulai dari erosi kedaulatan organisasi, krisis representasi, risiko geopolitik, sampai alienasi basis massa NU yang merasa jauh dari kebijakan elite.

Tulisan ini tidak mempersoalkan niat baik individu. Siapa pun boleh berjejaring dengan pihak mana pun. Tapi jika yang berjejaring adalah pengurus NU, apalagi ketua umumnya, konsekuensinya harus dipikir matang. Terlalu mahal taruhannya jika nama NU dipertaruhkan untuk hal-hal yang bisa dimanipulasi kepentingan asing.

NU dibangun dari bawah. Legitimasinya datang dari wong cilik. Ketika entitas di luar struktur mulai menentukan arah global NU, yang dipertaruhkan adalah masa depan kedaulatan organisasi ini.

Lantas, siapa yang berhak menentukan arah NU? Jamaahnya, atau jaringan global di luar sana?

Dalam situasi darurat seperti inilah, pemakzulan Gus Yahya oleh BP Syuriyah bisa dilihat sebagai ijtihad. Sebuah langkah akhoffu dhoror, memilih bahaya yang lebih ringan, untuk menghentikan penetrasi yang dinilai melampaui mandat jamaah.

Jika tidak dihentikan sekarang, dikhawatirkan C. Holland Taylor dan jejaringnya akan terus mencengkeram Nahdlatul Ulama melalui kepemimpinan elitnya.

Wassalam.


Halaman:

Komentar