Dia menilai aturan ini berperan strategis sebagai penyeimbang. Di satu sisi, harga pupuk bagi petani tetap terjangkau lewat kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). Di sisi lain, produsen didorong bahkan dipaksa untuk efisien dalam jangka panjang.
Persoalan efisiensi ini bukan omong kosong. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporannya juga mencatat tantangan serupa. IHPS I 2025 mereka menyoroti masalah efisiensi proses produksi pupuk bersubsidi dari 2022 hingga Semester I-2024. Temuan itu jadi bahan evaluasi penting.
Lalu, apa langkah konkretnya? Yehezkiel menyebut, selain mengikuti perubahan kebijakan, perusahaan akan terus berbenah dari dalam. Misalnya, mengoperasikan pabrik pada mode optimal, merekonfigurasi proses produksi, mengamankan kontrak bahan baku jangka panjang, dan merevitalisasi pabrik-pabrik tua.
Ada juga angin segar dari sisi pendanaan. Dalam skema baru, pembayaran subsidi untuk bahan baku dilakukan di muka setelah direview lembaga berwenang. Cara ini diharap bisa mengurangi beban bunga pinjaman modal kerja.
“Dengan kombinasi kebijakan baru dan langkah perbaikan internal, tata kelola pupuk bersubsidi kini memasuki fase yang jauh lebih efisien dan berkelanjutan,” tutur Yehezkiel. Fokusnya ganda: memastikan pupuk tersedia tepat waktu dan terjangkau bagi petani, sekaligus menjaga akuntabilitas penggunaan uang negara.
Jadi, jalan panjang menuju efisiensi memang baru dimulai. Tapi setidaknya, kerangka aturannya sudah ada.
Artikel Terkait
API Desak Pemerintah Awasi Ketat PP Pengupahan, Khawatir Ancam Industri dan Pekerja
Indonesia Lampaui Target, Raih Emas ke-85 di Voli Pantai SEA Games
Aitana Bonmati dan Sarina Wiegman Kembali Berjaya di The Best FIFA Awards 2025
Trump Media Gabung dengan Perusahaan Fusi Nuklir, Nilainya Tembus Rp 100 Triliun