Sebuah fakta mengejutkan tentang pendapatan pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali dibongkar ke publik.
Pengamat kebijakan publik, Said Didu, mengungkap angka fantastis gaji seorang komisaris BUMN yang nilainya bisa jauh melampaui gaji seorang Presiden RI.
Dalam perbincangan panas di Podcast Forum Keadilan TV, Said Didu melontarkan usulan radikal untuk menghentikan praktik yang dinilainya tidak adil ini.
Ia menyoroti besaran gaji komisaris yang disebutnya bisa tembus Rp 1,5 hingga Rp2 miliar per bulan.
Kritik tajam turut dilayangkan Said Didu terhadap besaran gaji komisaris BUMN yang seringkali melampaui nalar.
Ia mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa gaji komisaris BUMN bisa jauh lebih tinggi dari gaji seorang presiden, bahkan bisa mencapai 1,5 hingga 2 miliar rupiah per bulan dengan tambahan tantiem.
Angka yang luar biasa besar ini memicu pertanyaan tentang rasa keadilan dan akuntabilitas, terutama ketika kinerja sejumlah perusahaan pelat merah masih kerap menjadi sorotan.
Bukan Rangkap Jabatan, Tapi Rangkap Gaji yang Jadi Masalah
Menurut Said Didu, selama ini publik seringkali salah fokus. Ia menegaskan bahwa akar masalah yang sebenarnya bukanlah pada rangkap jabatan, melainkan pada akumulasi pendapatan yang diterima dari berbagai posisi tersebut.
"Yang sering dipersoalkan publik sebenarnya adalah rangkap gaji, bukan rangkap jabatan," tegasnya dikutip dari YouTube.
Perspektif ini menggeser perdebatan dari sekadar legalitas seseorang menduduki dua jabatan, ke masalah etika dan keadilan dalam sistem penggajian yang didanai oleh aset negara.
Esensi keberatan publik, menurutnya, adalah pada tumpukan penghasilan yang dianggap tidak wajar.
Usul Radikal: Gaji Melebihi Presiden Wajib Setor ke Negara!
Menghadapi masalah ini, Said Didu tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan solusi konkret yang terbilang ekstrem.
Ia mengusulkan agar pemerintah segera membuat aturan terkait batas maksimum total pendapatan yang boleh diterima seorang pejabat BUMN.
Patokannya jelas: gaji Presiden Republik Indonesia.
Said Didu menyarankan bahwa jika total pendapatan seorang pejabat BUMN dari gaji dan tantiem ternyata melampaui total gaji yang diterima presiden, maka kelebihan dana tersebut wajib hukumnya untuk disetorkan kembali ke kas negara.
"Perlunya pengaturan maksimum gaji yang diterima oleh pejabat," ujarnya, sembari menekankan proposal penyetoran kelebihan gaji tersebut.
Gagasan ini sontak menjadi sorotan. Jika diterapkan, aturan ini tidak hanya akan membatasi pendapatan fantastis segelintir pejabat, tetapi juga bisa menambah pundi-pundi penerimaan negara dan yang terpenting, mengembalikan rasa keadilan di tengah masyarakat. Pembahasan ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk segera mereformasi total sistem penggajian di BUMN agar lebih transparan dan berkeadilan.
Sumber: suara
Foto: Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu di podcast Forum Keadilan TV. [YouTube]
Artikel Terkait
Tampang 2 Emak-emak Otak Penipuan Kontrakan Fiktif di Bekasi, Korbannya 77 Orang Kerugian 7,5 Miliar
Tampang 2 Emak-emak Otak Penipuan Kontrakan Fiktif di Bekasi, Korbannya 77 Orang Kerugian 7,5 Miliar
Tampang 2 Emak-emak Otak Penipuan Kontrakan Fiktif di Bekasi, Korbannya 77 Orang Kerugian 7,5 Miliar
2 Emak-emak Tipu 77 Korban lewat Kontrakan Fiktif, Rugikan Rp7,5 Miliar di Bekasi