Beberapa netizen menggunakan analogi yang cukup menusuk untuk menggambarkan kekesalan mereka.
"Kalau satu jari dipotong, yang sakit cuma jari atau satu badan?" tanya @ZRimaNasrullah. Sindiran ini langsung dapat respons. Banyak yang setuju, negara seharusnya tak perlu menunggu kerusakan meluas untuk bergerak cepat.
Tak kalah pedas, @budihartanto berkomentar, "Cuma 3 dari 38. Logika yang sama, kalau memisahkan diri 1 masih ada 37 toh..."
Di sisi lain, ada juga yang menyoroti sikap pemerintah yang dianggap plin-plan. @mintono_tri mengangkat kasus Lapindo dulu, yang langsung ditetapkan sebagai bencana nasional meski tak ada korban meninggal.
"Sekarang korban sudah lebih dari seribu, kok dibilang terkendali?" sambung @AryadiPS, memperkuat kritik tersebut.
Ada pula kecurigaan bahwa informasi yang sampai ke pucuk pimpinan mungkin tidak utuh. @SaipudinHm mengaku dapat kabar langsung dari Aceh bahwa kondisi sebenarnya jauh lebih parah dari yang diberitakan.
"Saat Presiden datang semua terlihat bagus, setelah pergi gelap lagi," tulisnya dengan nada kecewa.
Jadi, di balik pernyataan 'terkendali' dari Istana, yang terdengar justru adalah suara sumbang dari publik. Mereka merasa pernyataan itu minim empati dan terlepas dari keprihatinan nyata di lapangan.
Artikel Terkait
Polisi di Kursi Sipil: Birokrasi Terluka, Meritokrasi Terpinggirkan
Humanies Project Bergerak Cepat, Buka Rekrutmen Tenaga Ahli untuk Pemulihan Bencana Sumatera
Lima Mantan Anggota OPM Nyanyikan Indonesia Raya dan Cium Bendera di Intan Jaya
Budaya Sibuk dan Senyum Palsu: Ketika Kerja Berlebihan Dijual sebagai Kesuksesan