Ingatan Cut tentang banjir bandang dan longsor di Aceh Tamiang masih terasa sangat jelas. Air yang datang tiba-tiba itu, menurutnya, mencapai ketinggian yang mengejutkan: tiga meter. Jauh lebih tinggi dari yang ia bayangkan.
"Lebih 2 meter, lebih dari prediksi," ujar Cut, ditemui di tepi jalan Kabupaten Aceh Tamiang pada suatu Selasa sore.
Ditemani Dodi, ia bercerita. Sebelum bencana menerjang, hujan deras sudah mengguyur wilayah itu tanpa henti selama tiga hari penuh.
Hujan mulai turun sejak Sabtu dan berlanjut hingga Senin. Lalu, pada hari Rabu, semuanya berubah. Rumah-rumah di sekitarnya, di Kecamatan Tamiang Hulu, langsung terendam tanpa ampun.
"Enggak ada bentuk lagi semua bangunan. Air semua, Bapak lihat itu gedung Muhammadiyah, sampai atas ketinggian air," katanya, suaranya terdengar berat.
Saat banjir melibas rumahnya, Cut sempat nekat turun untuk menyelamatkan barang-barang. Tapi usahanya sia-sia belaka.
"Saya hampir hanyut selamatkan barang. Tapi enggak dapat, uang enggak ada habis semua," kenangnya.
Kini, Cut dan Dodi tinggal di pengungsian sementara. Hidup mereka bergantung pada sembako dari pemerintah atau relawan. Mereka rela menunggu di pinggir jalan, demi sesuap nasi.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam