MURIANETWORK.COM - Kabar terbaru datang dari mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
Mantan hakim senior ini mendapat vonis terbaru dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Majelis hakim PT DKI Jakarta sepakat menambah hukuman penjara Zarof Ricar dari 16 tahun menjadi 18 tahun.
Meski demikian, vonis itu tetap lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Kala itu JPU menuntut Zarof Ricar 20 tahun penjara, karena telah melakukan kejahatan berat.
Ketua Majelis Hakim PT DKI Jakarta, Albertina Ho, dalam putusannya menyatakan menerima permohonan banding yang diajukan jaksa dan pengacara Zarof.
Banding adalah upaya hukum yang diajukan oleh pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) kepada pengadilan yang lebih tinggi (Pengadilan Tinggi) untuk meminta pemeriksaan ulang putusan tersebut.
Secara sederhana, banding adalah proses meminta pengadilan yang lebih tinggi untuk meninjau kembali keputusan pengadilan yang lebih rendah.
Majelis tingkat banding lalu tetap menyatakan Zarof terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam percobaan suap hakim kasasi yang menyidangkan perkara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur dan gratifikasi.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun,” kata Albertina Ho dalam salinan putusan sebagaimana dikutip, Jumat (25/7/2025).
Selain pidana badan, majelis hakim PT DKI Jakarta juga tetap menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara itu, barang bukti berupa uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang ditetapkan sebagai barang bukti tetap disita untuk negara.
“Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata mantan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tersebut dikutip dari Kompas.com.
Perkara banding Zarof diadili Albertina didampingi hakim anggota Budi Susilo dan Agung Iswanto.
Putusan itu dibacakan pada Selasa (22/7/2025) kemarin tanpa dihadiri penuntut umum maupun Zarof dan pengacaranya.
Sebelumnya, pada pengadilan tingkat pertama, Zarof dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Perbuatannya dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Zarof dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
Zarof, seorang pensiunan MA, menjadi momok setelah penyidik menemukan uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas dalam brankas di rumahnya di Senayan, Jakarta Pusat.
Aset-aset itu ditengarai merupakan gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai pejabat di MA dan pengurusan kasus, ditunjukkan dengan berbagai nomor perkara pada kantong-kantong tempat menyimpan uang dan emas.
Harta benda tak wajar itu terkuak ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan pemufakatan jahat percobaan suap hakim agung yang menyidangkan perkara kasasi anak eks anggota DPR RI sekaligus pelaku pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.
Setelah didakwa dan dituntut dengan pasal berlapis, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menghukum Zarof 16 tahun bui.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun,” kata Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rosihan Juhriah Rangkuti, Rabu (18/6/2025).
Majelis hakim juga menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar.
Jika tidak dibayar, hukumannya akan ditambah 6 bulan penjara.
Tindakan Zarof dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hukuman yang dijatuhkan untuk Zarof sebenarnya lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta sang makelar itu dibui 20 tahun.
Rosihan, salah satu majelis hakim mengungkapkan, mempertimbangkan sisi kemanusiaan dalam menjatuhkan putusan.
Saat menjalani persidangan ini, Zarof sudah memasuki usia 63 tahun.
“Jika dijatuhi pidana 20 tahun, ia akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” ujar Rosihan.
Majelis hakim mempertimbangkan, rata-rata usia harapan hidup masyarakat 72 tahun.
Oleh karena itu, vonis 20 tahun untuk Zarof bisa menjadi hukuman seumur hidup.
Pidana seumur hidup merupakan hukuman paling berat di bawah hukuman mati.
Menurut Rosihan, walau bagaimanapun sistem hukum pidana tidak boleh mengabaikan aspek kemanusiaan, termasuk saat menjatuhkan putusan.
Kondisi Zarof yang menua dan kesehatan yang menurun akan membutuhkan perawatan khusus.
“Meskipun kejahatan yang dilakukan sangat serius,” kata hakim Rosihan.
Selain itu, saat ini Zarof juga masih menyandang status tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Perkaranya masih bergulir di tahap penyidikan.
Artinya, beberapa waktu ke depan Zarof akan diadili untuk perkara TPPU dan hukumannya ditambah.
Majelis pun mempertimbangkan ketentuan Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 71 KUHPidana.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penjatuhan pidana dalam penanganan perkara beberapa perbuatan tindak pidana oleh pelaku yang sama.
“Harus menjadi pertimbangan pula dalam penjatuhan pidana dalam perkara a quo (pemufakatan jahat dan gratifikasi),” tutur Hakim Rosihan
Sumber: Wartakota
Artikel Terkait
Hasto Teguh Klaim Jadi Korban Komunikasi Tim
Pemuda di Deli Serdang Ditangkap Polisi karena Mengaku Anak Kasat Narkoba
Hasto Dianggap Merusak Citra Lembaga Penyelenggara Pemilu
Hasto Divonis 3,5 Tahun Penjara di Kasus Suap Harun Masiku