PT Pupuk Indonesia menyambut positif terbitnya Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2025. Aturan yang mengubah tata kelola pupuk bersubsidi ini, kata perusahaan, selaras dengan agenda transformasi yang sudah mereka jalankan. Intinya, ini dianggap sebagai landasan strategis untuk mempercepat perubahan.
Menurut Sekretaris Perusahaan, Yehezkiel, aturan baru ini bisa menjadi titik balik. “Sejak beberapa tahun terakhir, Pupuk Indonesia telah melakukan penyesuaian strategi dengan mempertimbangkan volatilitas harga bahan baku global serta kebutuhan akan peningkatan efisiensi operasional. Adanya Perpres 113/2025 memperkuat arah transformasi tersebut secara kebijakan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (19/12/2025).
Dia bilang, Perpres ini bagian dari upaya reformasi yang lebih besar. Tujuannya jelas: memperkuat ketahanan pangan dan menjaga industri pupuk nasional agar tetap berkelanjutan. Kerangka kebijakannya pun dirancang lebih adaptif.
Di sisi lain, tantangan yang dihadapi Pupuk Indonesia nyata dan mendesak. Sebagian besar fasilitas produksinya sudah berumur hampir 50 tahun. Akibatnya, konsumsi bahan baku, terutama gas, jauh lebih boros dibanding standar global.
Ambil contoh pabrik di Pupuk Iskandar Muda (PIM). Untuk menghasilkan satu ton urea, butuh sekitar 54 MMBTU gas. Padahal, standar dunia cuma berkisar 23–25 MMBTU per ton. Boros, kan? Selama ini, biaya produksi tinggi itu ditanggung pemerintah lewat skema subsidi cost plus.
Nah, di sinilah perubahan mendasar terjadi. “Melalui Perpres 113/2025, skema subsidi pupuk cost plus ditinggalkan. Subsidi kini menggunakan mekanisme marked-to-market (MTM), yang secara langsung mendorong efisiensi dan disiplin biaya di tingkat produsen,” jelas Yehezkiel.
Artikel Terkait
BNPB Peringatkan Ancaman Banjir dan Longsor Susulan di Sumatera Masih Nyata
IKN Pacu Pembangunan Gedung Legislatif dan Yudikatif, Target 2027 Tuntas
Ammar Zoni Diduga Edarkan Sabu dari Balik Jeruji Rutan Salemba
Jetour Tunda Rencana Mobil Listrik, Fokus Masih di PHEV