Harus Bayar Buka Blokiran, Ustaz Dasad Latif Kecewa: Rp 100.000 Dikali 120 juta Orang?

- Sabtu, 09 Agustus 2025 | 15:30 WIB
Harus Bayar Buka Blokiran, Ustaz Dasad Latif Kecewa: Rp 100.000 Dikali 120 juta Orang?


“Saya yakin, kalau niatnya baik, pasti Allah tunjukkan jalan yang baik,” ujarnya diakhir video.



Melengkapi postingannya, Ustaz Dasad Latif menegaskan agar pemerintah dapat melahirkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.


Kebijakan yang berorisntasi kepada hal baik, bukan justru mempersulit masyarakat.


"Ke-BIJAK-an yg elegan harus berorientasi kemaslahan dan tidak menimbulkan masalah baru," tulis Ustaz Dasad Latif.


"Ini wujud aspirasi saya dalam mencintai negara ini, di negara ini saya hidup, beribadah dan mencari nafka, maka wajib bagiku memberikan masukan konstruktif demi indonesia Raya," tambahnya.


Pernyataan Ustaz Dasad Latif seketika ramai diserbu masyarakat.


Beragam masukan hingga kritik dituliskan masyaraklat terkait kebijakan PPATK dalam kolom komentar postingannya.


@phelereagel_al: Beleng-beleng memang @ppatk_indonesia


@raden_boby_ibrahim: @ppatk_indonesia noh dengerin,,kalian nyusahin emng


@sam.devidcris: @ppatk_indonesia agak laen ini emang


@antok_nur: Ya allah 


@soi_fah: @hotmanparisofficial


@theshe_sahota: menyesal aku pilih @prabowo 2x sy kira rakyat makmur sm beliau tpi ternyata malah menyusahkan rakyat, bagus golput aja lagi


@fakhru_ans_official: HARUS VIRAL INI, PENTING SEKALI.


@indraapriana81: Yg ngambil kebijakan emang paling bijak sepertinya tadz..


@muh_ali_imron: Itu yģ buat kebijakan gila.. Semoga Ri1 dengar @prabowo .. biar g tambah gila kebijakan ini


@pita_keanu: Bapak presiden @prabowo,


@aidiuas_97: Lawan terus kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat, harus tuntas.


@ancha_andhi: Tandanya mereka malas berpikir akhirnya masyarakat jadi korban, bikin dulu kebijakan tanpa kajian mendalam padahal sudah digaji besar


@bang_syahrul_2: @ppatk_indonesia @ppid_ppatk dengar baik2 sai kdg


Prof UGM Sebut Kebijan Kurang Matang


Dikutip dari situs resmi Universitas Gadjah Mada, kebijakan pemblokiran rekening 'menganggur' oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menuai kontroversi di masyarakat. 


Ratusan juta rekening yang tidak menunjukan aktivitas dalam tiga bulan terakhir dikategorikan sebagai dormant atau rekening pasif.


Dikatakan bahwa pemblokiran dilakukan untuk mencegah tindak pidana penyalahgunaan rekening pasif untuk praktik ilegal, seperti pencucian uang dan jual beli rekening.


Meski 122 juta rekening sudah dibuka, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo menyebut, kebijakan PPATK tersebut termasuk salah satu bentuk “brute-force” atau kebijakan yang sifatnya coba-coba dan kurang memertimbangkan banyak aspek.


Menurutnya, bukan pertama kali pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang kurang matang.


“Sudah sekian kali rakyat menyaksikan bahwa kebijakan yang diambil oleh rezim pemerintah sekarang ini kurang profesional yang jika dibiarkan berulang-kali terjadi akan berpotensi semakin menggerus legitimasi Presiden,” ucapnya, Rabu (6/8/2025).


Nilai kepemilikan rekening bank masyarakat Indonesia cukup fantastis.


Laporan PPATK menyebut total nilai rekening yang diblokir mencapai Rp 428,61 miliar.


Di antara jumlah tersebut tentunya ada berbagai alasan pembukaan rekening yang mengakibatkan rekening menjadi pasif atau tidak ada aktivitas dalam tiga bulan terakhir, seperti mendapatkan promo, pembukaan rekening untuk demonstrasi layanan bank, untuk penyaluran bantuan sosial, atau sebagian nasabah lupa bahwa pernah membuka rekening di bank tertentu.


Faktor-faktor tersebutlah yang luput dipertimbangkan pemerintah.


“Resiko penyalahgunaan rekening menganggur untuk hasil judi online atau pencucian uang memang ada. Tapi tindakan pemblokiran tanpa melihat alasan mengapa rekening itu menganggur juga bukan tindakan bijaksana,” tutur Wahyudi.


Ia menambahkan, pemerintah kurang bisa menerapkan prosedur RIA (Regulatory Impact Assessment) sehingga dampak negatif dari sebuah kebijakan tidak diantisipasi sejak dini.


Akibatnya, masyarakat kembali menjadi korban dari kebijakan pemerintah.


Jika memang ingin mendeteksi atau mencegah penyalahgunaan rekening untuk tindakan ilegal, PPATK bisa bekerja sama dengan instansi yang mengawasi aktivitas keuangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan.


Perlu ada pencatatan dan kategorisasi rekening berdasarkan riwayat rekening tersebut sejak pembukaan hingga beberapa bulan terakhir. Analisis tersebut akan memberikan gambaran apakah pemblokiran rekening memang diperlukan atau tidak.


“Teknologi untuk mengidentifikasi rekening-rekening itu semestinya sudah tersedia, dan informasi nasabah dari perbankan semestinya sudah sangat lengkap untuk melacak rekening menganggur tersebut,” ujar Wahyudi.


Meskipun kini sekian ratus juta rekening sudah kembali dipulihkan, namun tetap ada evaluasi yang perlu dilakukan.


Kebijakan seharusnya diimplementasikan secara terstruktur dan tidak terburu-buru. Pemilik nasabah juga memiliki hak keterbukaan informasi atas rekeningnya sendiri.


Wahyudi menyarankan agar pemerintah perlu memperbaiki sistem kebijakan yang akan dilakukan, tidak hanya pada kasus pemblokiran rekening saja.


Pertimbangan matang akan mengarahkan pada implementasi kebijakan yang baik dengan mitigasi resiko, sehingga tidak perlu melakukan “blanket-policy” atau kebijakan tidak transparan.


Tindakan tanpa pertimbangan justru akan menghasilkan inefisiensi dan penurunan kredibilitas dan visibilitas pemerintah di mata masyarakat


Sumber: Wartakota 

Halaman:

Komentar