Tapanuli Tengah menanggung beban terberat dengan 116 korban jiwa dan 63 orang hilang. Disusul Tapanuli Selatan 86 orang meninggal, dan Tapanuli Utara 36 orang.
Di tengah duka itu, ada secercah harapan. Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, menyebut kondisi mulai membaik meski perlahan.
“Kondisi mulai terurai perlahan. Listrik dan internet sudah menyala meskipun masih terbatas. Pasokan BBM sudah mulai lancar, meski tetap perlu pengawasan agar tidak dimanfaatkan oleh spekulan,” ujarnya.
Namun begitu, tantangan masih besar. Masa tanggap darurat diperpanjang. Sembilan desa masih terisolasi, hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki atau bantuan udara.
“Kami juga membutuhkan penanganan cepat untuk pemulihan air bersih karena seluruh instalasi rusak total, mulai dari hulu hingga jaringan ke rumah warga,” katanya lagi, menyoroti persoalan mendesak lainnya.
Sementara itu, dari sisi pendidikan, kerusakan cukup parah. Atip Latipulhayat, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, menyebut sedikitnya 5.000 ruang kelas di Sumut rusak akibat bencana.
“Yang paling mendesak adalah memastikan siswa segera kembali mengikuti proses pembelajaran,” jelas Atip.
“Untuk sekolah dengan kerusakan ringan akan dilakukan pembersihan, sementara yang rusak sedang dan berat akan segera diperbaiki, bahkan direlokasi jika diperlukan agar aman dari bencana.”
Secara total, MPR RI telah menyalurkan 15.000 paket bantuan kemanusiaan. Bantuan tersebut dibagi merata untuk tiga provinsi yang terdampak: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Masing-masing mendapat jatah 5.000 paket sebagai bentuk dukungan di masa sulit ini.
Artikel Terkait
Hanukkah Berdarah di Bondi: Tembakan Bubarkan Sukacita, 11 Nyawa Melayang
Indonesia Prihatin, Desak Thailand-Kamboja Hentikan Baku Tembak di Perbatasan
BMKG Peringatkan Gelombang Tinggi Ancam Perairan Sumatera Utara
Dua Mata Elang Diamankan Usai Amuk dan Rampas STNK di Depok