"Kondisi ini membuat rakyat semakin terpojok, seakan negara berdiri untuk melindungi pejabat, bukan rakyat," imbuhnya.
"IWPI menilai, praktik ini sangat melukai rasa keadilan. Pajak seharusnya menjadi instrumen pemerataan dan kesejahteraan rakyat, bukan alat untuk memanjakan pejabat. Negara tidak boleh memperlakukan rakyat sebagai obyek pemerasan fiskal, sementara pejabat justru bebas dari kewajiban yang sama," kata Rinto.
Ke depan, lanjutnya, IWPI mendesak pemerintah dan DPR segera merevisi PP Nomor 80 Tahun 2010 yang menjadi biang kerok ketidakadilan ini.
Selain itu, kebijakan PPh pejabat tidak boleh lagi ditanggung APBN/APBD, namun dipotong langsung dari penghasilan mereka, sebagaimana rakyat melaksanakan kewajiban pajaknya dari keringat sendiri.
"Kita minta, Menkeu Sri Mulyani harus jelaskan secara jujur kepada publik, apakah keadilan pajak hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara pejabat mendapatkan keistimewaan," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar membongkar adanya privilese pajak untuk pejabat dari level pusat hingga daerah.
Sri Mulyani sebagai punggawa kementerian penerimaan negara diharapkan bisa mencabut aturan yang memberikan keistimewaan ini. Karena sangat tak berkeadilan di mata masyarakat.
“Solusi ke depan yang konstruktif, seluruh pejabat negara termasuk DPR menganut skema satu gaji saja. Seluruh tunjangan dan gaji pokok semua jadi pos dan dikenakan pajak," kata Media, Jakarta, dikutip Selasa (26/8/2025).
Dikatakan, kenyataan yang menyakitkan, gaji pejabat negara, khususnya anggota DPR, pajaknya ditanggung negara, itu tidak fair.
Sedangkan karyawan swasta diwajibkan membayar pajak penghasilan. :Ini dosa lintas generasi, kementerian keuangan seharusnya sejak awal mengetahuinya,” lanjut Media.
Ia mengingatkan, PPh pasal 21 dipungut atas gaji atau penghasilan yang diterima seorang karyawan, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Regulasi ini menetapkan tarif PPh sebagai sebagai berikut:
1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta: tarif PPh 5 persen;
2. Penghasilan lebih dari Rp60 juta-Rp250 juta: tarif PPh 15 persen;
3. Penghasilan lebih dari Rp250 juta-Rp500 juta: tarif PPh 25 persen;
4. Penghasilan lebih dari Rp500 juta-Rp5 miliar: tarif PPh 30 persen; dan
5. Penghasilan lebih dari Rp5 miliar: tarif PPh 35 persen.
Sumber: Inilah
Artikel Terkait
Listyo Sigit Naikkan Komjen, Prof Ikrar Beberkan Strategi Politik di Balik Pengangkatan Ini
DE JURE: Kejaksaan Diduga Sengaja Tunda Eksekusi Silfester Matutina, Siapa yang Sebenarnya Bertanggung Jawab?
Prabowo Gelar Rapat Tengah Malam, Mensesneg Beberkan Hasil Mengecewakan Ini!
Prabowo Tiba di Mesir Malam Ini, Apa Misi Rahasia untuk Gaza?