“Penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9/2025 yang mengatur pendirian KMP secara top-down menimbulkan kebingungan hukum dan patut dipertanyakan dasar legalitasnya,” tegas Suroto.
Ia mengkritik bahwa pendekatan negara dalam mendirikan koperasi bertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 yang menekankan kemandirian dan otonomi. Lebih lanjut, Suroto menyebut bahwa pendekatan ini mencederai semangat demokrasi ekonomi:
Sementara itu, dosen Universitas Paramadina Muhammad Iksan, MM. memaparkan tantangan dari sisi makro ekonomi. Ia menyebut pembentukan KMP terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi: pertumbuhan PDB yang melambat, inflasi yang meningkat, dan nilai tukar rupiah yang fluktuatif.
“Target 80.000 koperasi memang ambisius. Hingga Juni 2025, sudah terbentuk lebih dari 72.600 koperasi. Namun tantangan tetap besar—mulai dari menurunnya koperasi simpan pinjam, lemahnya tata kelola, hingga rendahnya inklusi koperasi,” jelas Iksan.
Menutup diskusi, moderator Didip Diandra, MBA. menggarisbawahi pentingnya pengawalan dari kalangan akademik untuk menjaga arah kebijakan koperasi di Indonesia agar tetap pada jalur yang benar.
“Koperasi seharusnya bukan alat politik atau proyek jangka pendek, melainkan wadah pemberdayaan ekonomi yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat,” tegas Didip.
Artikel Terkait
Menkeu Purbaya Berani Terbuka: Saya Tidak Takut Siapapun! - Ada Apa?
Roy Suryo Buka Suara Soal Ziarah ke Makam Orang Tua Jokowi, Alasannya Bikin Heboh!
Geng Solo Masih Berkeliaran? Ini Tantangan Terberat Prabowo di Tahun Pertama!
Prabowo Disebut Tak Semanis Jokowi, Benarkah Popularitasnya Lebih Tulus?