Namun sangat disayangkan, hingga narasi ini ditulis, Saudari Badai masih belum dibebaskan. Ini menunjukkan bahwa Kapolres Kota Bima tidak hanya mengabaikan semangat keadilan restoratif, tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum yang humanis dan berorientasi pada penyelesaian konflik secara damai.
Padahal, dalam Perpol No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, dijelaskan bahwa aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk menghentikan proses hukum apabila telah tercapai perdamaian yang sah dan memenuhi syarat. Apabila hal ini dikesampingkan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun etika, maka dapat dinilai sebagai pelanggaran terhadap asas proporsionalitas, legalitas, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas kepolisian.
Lebih dari sekadar persoalan hukum, ini adalah soal keadilan sosial. #Badai_Ntb telah menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah secara damai, korban pun telah memaafkan, dan masyarakat telah menerima penyelesaian ini. Maka tidak ada alasan rasional dan legal bagi pihak Kepolisian Kota Bima, terutama Kapolres, untuk terus menahan seseorang yang telah berdamai dalam kerangka hukum yang sah.
Jika pendekatan hukum restoratif terus diabaikan, maka akan terjadi degradasi kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Kepolisian bukan hanya alat negara, melainkan pelayan masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan. Oleh karena itu, sudah saatnya Kapolres Kota Bima mengevaluasi ulang keputusan ini dan bertindak sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat hukum yang berkeadilan dan bermartabat. ( Andi Putra Utama )
Artikel Terkait
Prabowo Gelar Rapat Tengah Malam, Mensesneg Beberkan Hasil Mengecewakan Ini!
Prabowo Tiba di Mesir Malam Ini, Apa Misi Rahasia untuk Gaza?
Masa Kecil Jokowi di Kampung yang Dulu Dikenal Sebagai Palu Arit, Kisahnya Baru Terungkap!
Keluarga Dina Oktaviani Ungkap Rencana Mengerikan Heryanto: Dia Patut Dihukum Mati!