“LISA merupakan bagian dari program komprehensif UGM University Services,”
Ujarnya dalam keterangan resmi pada Kamis lalu. Intinya, aplikasi ini dibangun oleh Biro Transformasi Digital dan Direktorat Kemahasiswaan. Tujuannya sederhana: jadi pusat informasi terpadu buat mahasiswa dan juga masyarakat.
Namun begitu, Andi berkeras bahwa LISA punya karakter yang berbeda. Jangan disamakan dengan ChatGPT atau Gemini yang bersifat komersial dan lebih umum.
“Basis data LISA terbatas pada informasi internal UGM terkait akademik, kemahasiswaan, administrasi, dan pengembangan diri. Ia tidak memuat data pribadi,”
Jelasnya. Singkatnya, ruang lingkupnya memang terbatas. Mungkin itu juga yang jadi penyebab, kenapa jawabannya bisa terdengar kurang pas untuk pertanyaan-pertanyaan di luar konteks kampus.
Jadi, entah ini kebetulan atau bukan, status "dalam peningkatan" LISA muncul tepat setelah kontroversi kecil itu. Yang jelas, publik sekarang hanya bisa menunggu kapan asisten virtual itu kembali online, dan apakah akan ada perbaikan signifikan setelahnya.
Artikel Terkait
Tanggul Muara Baru Tak Lagi Bocor, Banjir Rob Mulai Surut
Gunungan Cangkang Kerang di Pesisir Jakarta: Ancaman yang Bisa Disulap Jadi Berkah
Ribuan Jemaah Padati GBK untuk Ibadah Natal Akbar Gereja Tiberias
Gunungan Cangkang Kerang di Pesisir Jakarta Ancam Kesehatan dan Lingkungan