Melalui FSC, berbagai bantuan teknis diberikan gratis kepada petani untuk meningkatkan kualitas dan keberlanjutan kebun mereka.
"Nama sudah jelas, tujuannya mendukung petani," kata Marcelo Elizondo, Manajer FSC di Kosta Rika. Latar belakangnya di agrikultur regeneratif membuatnya paham betul tantangan terbesar saat ini: perubahan iklim.
"Pohon kopi ini rentan. Berbeda dengan pisang yang bisa diganti setiap dua tahun, kopi adalah tanaman tahunan yang terpapar cuaca selama 20-30 tahun. Ia tidak bisa lari," jelas Marcelo. "Masalahnya sekarang cuma dua: kekeringan ekstrem atau hujan berlebihan."
FSC hadir dengan berbagai teknik baru, dari irigasi hingga pengelolaan pohon pelindung, untuk membantu tanaman bertahan. Saat ini, ada 10 FSC yang tersebar dari Amerika hingga Asia, saling terhubung dan bertukar ilmu.
"Kami rutin bertemu, bahkan baru-baru ini berkumpul di Kolombia. Tim dari Indonesia juga datang dan kami menghabiskan waktu lebih dari seminggu bersama, belajar metode terbaik," tutur Marcelo.
Christian Hackenberg, seorang green coffee trader di Starbucks, menekankan pentingnya mendukung petani muda. "Mereka ingin belajar teknik dan teknologi baru. Itulah kuncinya," ujarnya.
Rekannya, Beto Pimentel, mencontohkan keterlibatan aktif FSC di Indonesia. "Di Jawa Barat, kami mengadakan lokakarya dan menguji sampel tanah untuk rekomendasi pupuk yang tepat," katanya.
Interaksi global ini makin intens. Felix Monge dari koperasi Coope Libertad di Kosta Rika dengan bangga bercerita, "Tahun ini, untuk pertama kalinya kopi kami masuk pasar Malaysia. Sebuah langkah penting menuju Asia Tenggara."
Solidaritas Saat Bencana Melanda Sumatra
Hubungan antara pembeli dan pemasok kadang melampaui urusan dagang. Ketika banjir bandang menerjang Sumatra, Starbucks Foundation memberikan donasi sekitar 50 juta dolar AS untuk bantuan kemanusiaan melalui organisasi seperti Save the Children.
"Hati kami bersama mereka yang terdampak," ujar Kelly Goodejohn, Chief Social Impact Officer Starbucks. Donasi itu dialokasikan untuk air bersih, makanan, obat-obatan, dan kebutuhan mendesak lainnya.
Sumatra memang tempat spesial bagi Starbucks. Kopi dari pulau ini adalah fondasi dari banyak blend ikonik mereka sejak 1971. Cita rasanya yang kuat, berbadan tebal, dan beraroma tanah sangat khas.
"Itu kopi favorit saya. Cangkir pertama saya setiap pagi selalu kopi Sumatra," aku Beto Pimentel yang besar di perkebunan kopi Brasil.
Lebih dari 70.000 petani Sumatra menjadi bagian dari rantai pasokan Starbucks. Untuk mendukung hal ini, Starbucks mendirikan Farmer Support Center di Berastagi, Sumatera Utara, pada 2015.
Mencicipi Kopi dari Seluruh Penjuru Dunia
Salah satu aktivitas paling seru dalam Origin Experience adalah sesi mencicipi kopi. Seperti mencicipi anggur, aktivitas ini butuh kepekaan untuk menangkap nuansa rasa dan aroma yang kompleks.
Brittany Zeller dari tim Global Coffee Starbucks yang memandu sesi itu menjelaskan, "Rasa kopi bisa berubah drastis karena banyak faktor: suhu air, tingkat sangrai, bahkan suhu saat meminumnya."
Timnya di Seattle bisa melakukan coffee cupping hingga 600 kali sehari hanya untuk memastikan kualitas dan konsistensi rasa.
Di Hacienda Alsacia, Brittany mengajak kami bermain tebak-tebakan. Tiga gelas kopi berjejer. "Coba tebak, asalnya dari mana?"
Suasana pun riuh. Setelah semua mencoba, Brittany membuka jawaban: gelas hijau dari Amerika Latin (Hacienda Alsacia), gelas tanpa label dari Sumatra, dan gelas merah muda dari Afrika (Etiopia).
Dan sekali lagi, kopi Sumatra hadir membuktikan kelasnya.
Perjalanan panjang mengitari separuh Bumi ini pada akhirnya justru membawa kami pulang pada sebuah kesadaran. Bahwa kekayaan negeri sendiri, seperti cita rasa kopi Sumatra yang mendunia, adalah magnet yang tak pernah pudar.
Artikel Terkait
Polisi Tantang Roy Suryo Cs Ajukan Praperadilan Soal Status Tersangka
Relawan Turun ke Permukiman, Tangani Luka dan Trauma Pascabanjir Sumatra
ASN Boleh Kerja dari Mana Saja di Akhir Pekan 2025
Animator Gugat James Cameron Lagi, Klaim Avatar: The Way of Water Jiplak Karyanya