Di sisi lain, Luther membandingkan dengan praktik di negara lain. Biasanya, jika sebuah kebijakan terbukti berhasil mendorong pertumbuhan, bukan hanya diperpanjang. Seringkali malah dikembangkan dan disesuaikan lagi implementasinya. Logikanya sederhana: dampak positifnya tidak cuma dirasakan industri, tapi juga perekonomian nasional karena mampu menarik lebih banyak investor.
"Bahkan sebetulnya, kalau berkaca pada negara-negara lainnya, insentif seperti ini bila growth-nya cukup baik, malah bisa dibikin lagi satu pengembangan dan penambahan," kata Luther.
Ia menambahkan, "Kami masih berharap mudah-mudahan industri otomotif semakin bisa berkembang di tahun depan."
Memang, saat ini masih ada sejumlah insentif yang berlaku. Salah satunya adalah fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebesar 10% untuk mobil listrik, yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan. Syaratnya, kendaraan harus diproduksi di dalam negeri dengan komponen lokal minimal 40 persen.
Nah, jika insentif ini dihentikan, kekhawatiran banyak pihak adalah harga mobil listrik akan melambung. Imbasnya, minat masyarakat yang mulai tumbuh bisa-bisa meredup. Sebuah tantangan yang tidak kecil bagi industri yang sedang bersemangat ini.
Artikel Terkait
UMP 2026 Segera Diteken, Besaran Kenaikan Masih Jadi Misteri
Menteri ESDM Pastikan Stok BBM dan Elpiji Aman untuk Nataru
Bencana Sumatera: 140 Ribu Rumah Porak Poranda, Pemerintah Siapkan Relokasi
OJK Pacu Regulasi ETF Emas Syariah, BRI-MI Gandeng Pegadaian dan CIMB Niaga