Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Analisis Kaitan Politik, Prabowo, dan Warisan Orde Baru

- Selasa, 11 November 2025 | 14:00 WIB
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Analisis Kaitan Politik, Prabowo, dan Warisan Orde Baru

Keironisan tersebut semakin tampak jelas dalam iklim politik yang menunjukkan gejala nepotisme yang kuat. Pola kekuasaan yang terpusat pada keluarga dan kerabat seakan-akan kembali hidup. Mulai dari presiden sebelumnya yang menempatkan putranya dalam posisi wakil presiden, hingga dominasi oligarki dalam penempatan posisi-posisi strategis di kementerian dan Badan Usaha Milik Negara, menunjukkan sebuah pola yang berulang. Kekuasaan untuk keluarga dan jabatan untuk kerabat seolah menjadi norma yang tidak terucapkan.

Komposisi kabinet, yang idealnya menjadi wadah meritokrasi, justru lebih merefleksikan peta loyalitas politik. Para menteri sering kali dipandang bukan sebagai teknokrat independen, melainkan sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan politik yang saling berhutang budi. Kantor-kantor strategis diisi oleh orang-orang kepercayaan, sementara masyarakat umum disuguhi jargon-jargon tentang stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Secara keseluruhan, Indonesia mungkin terlihat bergerak maju, namun pada hakikatnya negara ini seperti berputar pada orbit yang sama, kembali ke era di mana hubungan darah dan kedekatan personal menjadi penentu arah pembangunan bangsa. Jika Soeharto kini dinobatkan sebagai pahlawan, hal itu mungkin merupakan cerminan dari zeitgeist atau semangat zaman yang sedang dijalani, sebuah era di mana sejarah tidak lagi berfungsi sebagai pemandu moral, melainkan sebagai instrumen legitimasi kekuasaan.

Dalam narasi yang lebih luas, langkah pemberian gelar ini dapat dilihat sebagai sebuah tindakan yang konsisten dalam memelihara warisan dan hubungan politik yang telah dibangun sebelumnya.


Halaman:

Komentar