Viral Ayam Goreng Widuran Umumkan Non Halal Setelah 52 Tahun Berdiri, Advokat Senior asal Solo Geram: Aneh!

- Minggu, 25 Mei 2025 | 22:25 WIB
Viral Ayam Goreng Widuran Umumkan Non Halal Setelah 52 Tahun Berdiri, Advokat Senior asal Solo Geram: Aneh!


MURIANETWORK.COM -
Restoran ayam Goreng Widuran di Surakarta, Jawa Tengah, bikin geram masyarakat. 

Pasalnya, restoran yang berdiri sejak tahun 1973 itu baru mengumumkan bahwa makanan yang dijualnya non halal. 

Sontak, pengumuman itu bikin gempar publik. 

Padahal, tak sedikit konsumen dari restoran tersebut yang beragama muslim. 

Pengacara senior asal Surakarta, Muhammad Taufiq ikut angkat bicara terkait kasus tersebut. 

Merujuk peraturan pemerintah nomor 31 tahun 2019 tentang Undang-undang Jaminan Produk Halal (UUJPH) berlaku asas fiksi hukum. 

Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). 

"Setiap orang mau dia berada di gunung, di laut pekerjaannya nyelam, mau dia berada di kapal dan sebagainya, atau dia pilot yang bawa terbang pesawat ke angkasa, apalagi pengusaha restoran maka dianggap tahu," katanya seperti dikutip dari YouTube Hersubeno Point pada Minggu (25/5/2025). 

Mengacu ke UUJPH, katanya, pengusaha restoran semestinya harus mencantumkan produk non halal jika menjual produk tersebut. 

Ia pun menganggap aneh ketika restoran yang berdiri sejak 52 tahun lalu tidak mencantumkan cap non halal. 

"Menurut saya sangat aneh ya, ayam goreng Widuran itu digemari begitu banyak orang, baru kira-kira bulan ini, itu mencantumkan non halal, itu tidak fair."

"Dan menurut saya dengan undang-undang jaminan produk halal, masyarakat bisa mengajukan complain. Bisa mengajukan tuntutan kepada negara untuk menindak," tambahnya. 

Ia pun menekankan asas fiksi hukum yang semestinya diketahui oleh pemilik restoran. 

"Sekali lagi ketika hukum sudah diberlakukan maka diberlakukan asas fiksi hukum semua orang dianggap tahu hukum, walaupun kamu koki, walaupun kamu tukang roti, kamu dianggap tahu. Apalagi kalau mayoritas atau beberapa pembeli jelas memakai kerudung atau jilbab itu diberitahu enggak halal," pungkasnya. 

Sejarah ayam goreng Widuran


Bagi pencinta kuliner khas Solo, nama Ayam Goreng Widuran mungkin sudah tak asing di telinga.

Rumah makan legendaris yang berdiri sejak tahun 1973 ini dikenal luas sebagai salah satu tempat makan ayam goreng terenak di Kota Bengawan.

Berada di Jalan Sutan Syahrir No. 71, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Ayam Goreng Widuran Solo telah menjadi destinasi favorit bagi warga lokal maupun wisatawan yang ingin mencicipi olahan ayam kampung berbumbu khas Jawa.

Namun, baru-baru ini restoran ini ramai menjadi sorotan publik setelah munculnya informasi bahwa menu mereka ternyata tergolong non-halal.

Informasi ini baru diumumkan secara terbuka setelah sejumlah konsumen muslim mengaku kecewa karena merasa tertipu.

Ayam Goreng Widuran Solo telah eksis selama lebih dari 50 tahun.

Didirikan pada tahun 1973, rumah makan ini menawarkan ayam kampung yang digoreng dengan bumbu rempah tradisional khas Indonesia.

Selain digoreng, tersedia pula varian ayam bakar.

Keistimewaan menu ini terletak pada tekstur daging ayam yang sedikit basah namun tetap empuk dan gurih, serta kremesan khas Widuran yang renyah dan meleleh di mulut.

Untuk melengkapi rasa, pelanggan bisa memilih sambal bawang, sambal matah, atau sambal original.

Menurut para pelanggan setia, cita rasa ayam goreng Widuran tak pernah berubah dan menjadi bagian penting dari sejarah perkembangan bisnis kuliner di Solo.

Meski telah berdiri selama puluhan tahun, status kehalalan Ayam Goreng Widuran baru menjadi perbincangan hangat setelah beberapa pelanggan muslim merasa kecewa usai mengetahui produk yang mereka konsumsi ternyata non-halal.

Salah satu karyawan, Ranto, mengakui bahwa penjelasan mengenai status non-halal memang baru disampaikan secara terbuka belakangan ini.

Hal tersebut dilakukan setelah munculnya komplain dari pelanggan yang viral di media sosial. “Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena viralnya, dikasih pengertian non-halal kremesnya itu. Beberapa hari yang lalu,” ujarnya saat ditemui, Sabtu (24/5/2025).

Menurut Ranto, selama ini mayoritas pelanggan mereka memang berasal dari kalangan non-muslim.

Kini, pihak manajemen telah menambahkan label “NON-HALAL” di berbagai kanal komunikasi mereka, termasuk reklame outlet, akun Instagram, hingga Google Maps. “Kebanyakan non-muslim (pelanggan). Sejak 1971,” ungkap Ranto.

Minta maaf


Pihak manajemen Ayam Goreng Widuran juga telah mengeluarkan permintaan maaf resmi melalui akun Instagram mereka, @ayamgorengwiduransolo.

Berikut isi pernyataan tersebut:

“Kepada seluruh pelanggan Ayam Goreng Widuran, Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kegaduhan yang beredar di media sosial belakangan ini. Kami memahami bahwa hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Sebagai langkah awal, kami telah mencantumkan keterangan NON-HALAL secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami. Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik. Hormat kami, Manajemen Ayam Goreng Widuran.”

Respons pemkot Solo


Menanggapi kegaduhan tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surakarta turut buka suara.

Kepala Kemenag Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun, menegaskan pentingnya kejelasan informasi bagi konsumen terkait status halal maupun non-halal.

“Kalau misalnya non-halal, disebutkan non-halal. Di warungnya ada tulisannya. Atau kalau mengandung babi, juga dijelaskan agar tidak salah paham,” ujar Ulin saat dihubungi, Sabtu (24/5/2025).

Ia menambahkan bahwa pihaknya akan menyampaikan masalah ini ke dinas terkait untuk dilakukan pembinaan terhadap pelaku usaha makanan.

“Setiap konsumen berhak atas perlindungan, termasuk jaminan produk halal. Ada dua regulasi yang mengatur soal ini: jaminan produk halal dan perlindungan konsumen,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Agus Santoso, mengatakan akan melakukan pengecekan langsung ke lokasi restoran pada Selasa (27/5/2025).

 “Kami sudah koordinasi dengan beberapa OPD. Rencana akan kami cek ke lokasi. Kami kan kaitan dengan bahan mentah, kalau bahan matang itu ranah Dinas Kesehatan dan Balai POM,” jelas Agus.

Sumber: tribunnews

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini