Ada yang istimewa di Pondok Pesantren Al Bahjah, akhir pekan lalu. Vokalis D’MASIV, Rian Ekky Pradipta, terlihat khusyuk berdialog dengan Buya Yahya, ulama kharismatik yang dikenal luas karena ceramah-ceramahnya yang menyejukkan. Bukan tanpa alasan, pertemuan itu lahir dari kerinduan Rian akan sosok ulama yang selama ini hanya ia saksikan dari layar telfon genggam.
“Selama ini saya cuma lihat Buya dari YouTube, dari postingan teman-teman. Kok rasanya pengen banget ketemu langsung. Alhamdulillah hari ini kesampaian,” ungkap Rian dengan antusias.
Namun pertemuan itu bukan sekadar silaturahmi. Di balik perbincangan hangat, tersimpan kegelisahan dan sekaligus harapan: bagaimana musik bisa menjadi jembatan nilai-nilai spiritual dan sosial. D’MASIV yang dikenal lewat lagu-lagu bertema harapan dan semangat hidup, tengah menapaki fase baru dalam perjalanannya: menjadi band yang bukan hanya didengar, tetapi juga dirasakan dampaknya dalam kehidupan nyata.
Lagu yang Menyembuhkan Luka
Satu lagu yang terus hadir dalam kisah inspiratif D’MASIV adalah “Jangan Menyerah”. Dirilis tahun 2009, lagu ini melintasi batas genre dan agama, menjadi anthem diam-diam bagi banyak orang yang tengah berjuang dalam hidup.
“Waktu itu saya jalan di mall, ada ibu-ibu lari nyamperin, cuma bilang, ‘Terima kasih sudah buat lagu itu. Setiap kemoterapi, saya dengarnya lagu itu.’ Itu bikin saya merinding,” kata Rian. Bahkan, lanjutnya, lagu itu pernah dijadikan rujukan oleh pemuka agama di Bali, yang menyebutkan bahwa esensi kitab suci yang dibacanya terasa terangkum dalam lagu itu: sabar dan syukur.
Fenomena ini mendorong D’MASIV membentuk Yayasan Jangan Menyerah, yang mengusung misi kemanusiaan berbasis semangat dari lagu tersebut. “Kita bantu musisi yang sedang sakit, olahragawan yang butuh biaya medis, bahkan bangun masjid dan bantu anak-anak sekolah,” jelas Rian.
Soft Power Musik dan Potensi Dakwah Kolaboratif
Bagi D’MASIV, musik bukan hanya hiburan. Ia adalah soft power yang mampu menyentuh titik terdalam manusia. Rian menyebut contoh John Lennon yang menggubah lagu War Is Over sebagai protes damai terhadap perang. “Dulu saya bikin lagu itu (Jangan Menyerah) buat diri sendiri yang lagi susah, tapi ternyata banyak yang jauh lebih berat, dan mereka terangkat karenanya,” ujar Rian.
Tak heran jika kini ia membuka kemungkinan kolaborasi dakwah berbasis seni. Bersama Buya Yahya, D’MASIV berharap bisa menjembatani dunia musik dan pesan spiritual. “Mungkin pendekatannya lewat membedah lirik. Gimana lirik bisa mengubah hidup seseorang,” ujarnya.
Buya Yahya pun menyambut hangat gagasan itu. Menurutnya, setiap pertemuan harus melahirkan manfaat. “Kalau orang punya potensi, kami ingin dari potensinya nanti ada buah yang bisa dipetik untuk perjuangan kemanusiaan dan kebaikan,” tuturnya.
Ia menegaskan, pertemuan dengan orang-orang seperti D’MASIV bukan sekadar basa-basi, tetapi misi untuk mengajak semakin banyak insan menebar kebermanfaatan lewat jalan yang mereka kuasai—dalam hal ini, musik.
D’MASIV: Dari Panggung ke Pelayanan Sosial
D’MASIV, yang mulai menapaki ketenaran sejak menjuarai kompetisi A Mild Live Wanted 2007 dan merilis album debut Perubahan, kini bukan hanya dikenal lewat lagu-lagunya yang menyentuh, seperti “Cinta Ini Membunuhku” dan “Di Antara Kalian”. Band ini juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial seperti penggalangan dana bencana, donasi penjualan album, hingga kampanye kesehatan dan pendidikan lewat yayasan yang mereka dirikan.
Pertemuan mereka dengan Buya Yahya menjadi penanda bahwa musik tak harus berhenti di telinga. Ia bisa menuntun hati, menyalakan semangat, dan mendorong tindakan nyata. Dan mungkin, seperti yang diyakini Rian, semua itu adalah bagian dari skenario yang lebih besar: bagaimana Allah menggerakkan musik sebagai alat dakwah yang lembut namun mengubah.
“Pertemuan yang dibangun karena Allah,” kata Buya Yahya. “Beliau datang ke sini, berarti Insya Allah beliau adalah hamba Allah yang dikirim untuk diajak berbincang tentang kemanusiaan, kemaslahatan, dan kemajuan.”
Pada pertemuan ini hadir pula CEO Jagat Ideascape, Agus Rosyidi. Agus mengapresiasi pertemuan antara Buya Yahya dan D’MASIV. “Dari satu pertemuan, tumbuh harapan baru. D’MASIV dan Buya Yahya kini seirama dalam satu misi: menjadikan seni bukan hanya untuk merayakan hidup, tapi juga untuk memuliakannya,” pungkas Agus.
Jagat Ideascape adalah perusahaan content provider yang fokus pada pengembangan ekosistem konten dan Intellectual Property (IP) di Indonesia. Dengan menggabungkan kekuatan storytelling, teknologi digital, dan kecerdasan buatan (AI), Jagat Ideascape menciptakan produk-produk konten yang bernilai tinggi, relevan, dan siap berkembang lintas platform.
Dalam pengembangannya, Jagat Ideascape menjalin kolaborasi juga dengan kalangan ulama dan pendakwah, salah satunya Buya Yahya. Hal ini dilakukan untuk menghadirkan konten inspiratif yang otentik, kontekstual, dan menjangkau masyarakat luas melalui format digital yang modern. ***
Artikel Terkait
Polemik Ijazah Jokowi, Petrus Selestinus: Sita Ijazah Jokowi untuk Kepentingan Umum dan Kepastian Hukum
Prabowo Sebut Indonesia Jadi Tempat Uji Coba Vaksin TBC Bill Gates: Uji Cobanya ke Pejabat Kan Pak?
Oknum Polisi Tampar dan Tendang Pengendara di Tengah Jalan, Warga Murka
Pakistan Tembak Jatuh Belasan Drone India Buatan Israel