MURIANETWORK.COM - Kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kerap menjadi sorotan publik.
Di satu sisi, institusi ini berperan penting dalam menjaga pintu gerbang negara dari arus barang ilegal serta mengamankan penerimaan negara melalui pungutan impor, ekspor, dan cukai.
Namun di sisi lain, praktik-praktik yang muncul di lapangan seringkali memicu kontroversi dan kecaman masyarakat.
Banyak warga merasa perlakuan petugas Bea Cukai terlalu kaku, bahkan terkesan mencari-cari kesalahan terhadap pelancong atau masyarakat awam yang membawa barang dari luar negeri.
Isu ini kembali mencuat setelah viralnya sebuah video dari akun TikTok @partnerinlegalid yang mengungkap informasi yang selama ini belum diketahui luas oleh publik.
Di mana, petugas Bea dan Cukai berhak mendapat bonus atau yang secara resmi disebut sebagai “premi” hingga 50 persen dari nilai denda yang dikenakan kepada pelanggar aturan kepabeanan dan cukai.
Informasi tersebut mengundang keterkejutan netizen. Pasalnya, publik selama ini menganggap denda adalah bentuk hukuman administratif yang tujuannya untuk memberi efek jera, bukan sebagai sumber insentif bagi petugas.
Dalam video tersebut dijelaskan bahwa dasar hukum pemberian premi ini tertuang dalam Pasal 113D Undang-Undang Kepabeanan, dan diatur secara teknis melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Premi dalam Penanganan Pelanggaran Kepabeanan dan Cukai.
Premi ini tidak hanya berasal dari denda administratif maupun pidana, tetapi juga dari hasil lelang barang sitaan, hingga barang yang tidak bisa dilelang seperti rokok ilegal atau barang-barang rusak.
Alokasi pembagiannya pun telah ditentukan, mulai dari petugas yang menemukan pelanggaran (maksimal 7%), unit kerja penagih (0,5%), kantor pusat yang menetapkan sanksi (setidaknya 12,5%), hingga direktorat Bea dan Cukai pusat yang menerima porsi terbesar, yaitu 30%.
Secara legal, aturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan semangat penegakan hukum dan mempercepat proses penanganan pelanggaran.
Namun secara moral dan sosiologis, publik mempertanyakan urgensi dan dampaknya.
"Tujuannya buat apa sih kira-kira? Supaya penegakan hukum di lapangan lebih cepat dan semangat. Tapi jujur aja, masih banyak yang baru tau soal ini, termasuk Mimin," kata video tersebut.
Salah satu pertanyaan yang mencuat adalah, apakah insentif ini akan membuat sebagian oknum petugas terdorong untuk “mencari-cari” kesalahan masyarakat demi mendapatkan bonus?
👇👇
@partnerinlegalid Gimana nih pendapat kalian tentang sistem premi di bea cukai? Tolong komen pendapat kalian yaa! Partner In Legal siap bantu kamu untuk: ✔️ Jasa Legalitas Usaha dan Izin Usaha ✔️ Legal Consulting ✔️ Drafting dan Review Perjanjian ✔️ Hak atas Kekayaan Intelektual ✔️ Pendirian dan Perubahan Badan Usaha ✔️ Izin Usaha (Halal, PBG, dll) ✔️ Legal Partner Package (retainer services) 🗺️ Layanan di seluruh Indonesia tanpa batasan jarak dan waktu! 📩 Hubungi @Partnerinlegal atau klik link di bio, ya! #LegalitasBisnis #FaktaHukum #TipsUsaha #HukumBisnis #PartnerInLegal #CerdasHukum #PelakuUsaha #LegalitasItuPenting #jasalegalitas #daftarmerek #jasahukummalang #jasalegalitasusaha #pendaftaranmerekmurah #bisnis #legalitasusahamalang #pendaftaranmerek #partnerhukumterpercaya #viral #umkm #edukasi #bisnismalang #foryou #fyp ♬ original sound - Partner in Legal
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Dalam kolom komentar video yang viral tersebut, banyak netizen mengungkapkan kegeramannya atas kebijakan yang baru diketahuinya.
Salah satunya @tar**** yang menulis, “Saking semangatnya sampai alat belajar siswa tunanetra di sekolah SLB dimintain denda ratusan juta. Sakit sih ini, sampai bertemu di hari pembalasan.”
Komentar ini menyiratkan bahwa semangat penegakan hukum yang dilandasi bonus bisa menjadi bumerang ketika tidak disertai kepekaan sosial.
Komentar lain dari @yos**** dengan nada satir berbunyi, “Kalau rakyat nangkep koruptor, 50%-nya boleh kah buat rakyat yang nangkep?.”
Sebuah sindiran yang menggambarkan ketimpangan apresiasi terhadap penegakan hukum di level masyarakat bawah dan atas.
Sedangkan komentar @36.3**** menyoroti aspek moral dengan menulis, “Biarpun dibolehkan undang-undang, tapi belum tentu dihalalkan Tuhan.” Ini menekankan adanya ketegangan antara norma hukum dan etika keagamaan.
Sementara itu, @bam**** menambahkan, “Makanya petugas Bea Cukai semangat banget cari-cari sesuatu bawaan penumpang.”
Ucapan dari netizen ini seolah menunjukkan persepsi publik bahwa kinerja Bea Cukai bukan hanya tegas, tapi terkadang berlebihan dan membuat rakyat kecil merasa diperlakukan tidak adil.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
TNI AL Gagalkan Penyelundupan Narkoba Seberat 2 Ton, Nilainya Capai Rp7,5 Triliun
Termasuk Admin, Bareskrim Tangkap 6 Orang dari Sumatera hingga Jawa terkait Grup FB Fantasi Sedarah
TERUNGKAP Sosok Pertama Yang Bikin Jokowi Terjerat Polemik Ijazah Palsu, Ternyata Bak Senjata Makan Tuan!
Judi Online: Jokowi Enggan Komentar, Budi Arie Tuding Budi Gunawan dan PDIP!