Layanan pinjaman online atau pinjol kini sudah jadi hal biasa di Indonesia. Banyak yang memilihnya karena prosesnya cepat dan syaratnya jauh lebih ringan ketimbang bank konvensional. Tapi, di balik kemudahan itu, terselip skema cicilan yang disebut "tadpole" atau kecebong. Namanya unik, tapi efeknya bisa bikin pusing.
Skema ini punya pola khas: kepala besar, badan kecil, ekor meruncing. Maksudnya, cicilan pertama dibebani jumlah yang sangat besar, bisa sampai 70 persen dari total pinjaman. Baru setelah itu, angsurannya turun drastis atau rata-rata saja. Jadwal pembayarannya pun seringkali tidak tetap dan berdekatan, memaksa peminjam mengumpulkan dana besar dalam waktu singkat.
Nah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah angkat bicara. Lewat surat bernomor S-305/PL.12/2025 yang terbit 12 September 2025, mereka memberikan arahan untuk menghentikan pola tadpole ini. Alasannya, skema semacam itu berpotensi melanggar aturan manfaat ekonomi jika dihitung per hari.
Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, skema ini pada dasarnya tidak adil bagi peminjam.
“Borrower ketika meminjam ya sudah pasti karena tidak mempunyai uang di awal. Ketika harus membayar lebih besar di awal, maka yang didapatkan akan relatif lebih sedikit,” jelas Huda kepada wartawan.
Logikanya sederhana: orang minjam uang karena lagi butuh. Kalau langsung dibebani cicilan gede di muka, justru makin memberatkan. Intinya, skema ini melukai logika dasar dari pinjaman itu sendiri.
Artikel Terkait
IHSG Tergelincir dari Rekor Tertinggi, Aksi Ambil Untung Dominasi Pasar
IHSG Tergelincir ke Zona Merah, LQ45 Justra Angkat Bicara
ESDM dan Pelaku Usaha Gas Bersuara: Manajemen Risiko Jadi Penopang Bisnis Energi
Whoosh Gelar Diskon Akhir Tahun, Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung Turun Rp25 Ribu