Kejaksaan Agung menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk.
Tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengatakan kedelapan orang tersangka ini memiliki peran yang berbeda-beda.
Direktur Penyidikan Jampidsus pada Kejaksaan Agung, Nurcahyo Jungkung, mengatakan kedelapan orang tersangka yang baru saja ditetapkan oleh pihaknya yakni AMS selaku Direktur Keuangan Sritex periode 2006-2023.
Kemudian BSW, selaku direktur Kredit UMKN merangkap Direktur Keuangan pada PT Bank DKI Jakarta 209-2022.
Tersangka lain yakni PS, selaku Direktur Teknologi dan operasional Bank DKI.
Lalu, YR selaku Dirut PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten periode 2019- Maret 2025. BN selaku senior eksekutif Vice Presiten BJB periode 2019-2023.
Selanjutnya SP selaku Dirut PT Bank Pembangunan Jawa Tengah, periode 2014-2023.
PJ selaku Direktur Bisnis Pembangunan Jawa Tengah 2017-2020. Kemudian, SD selaku kepala divisi bisnis korporasi dan komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah 2018-2020.
“Peran AMS sebagai penanggung jawab keuangan perusahaan termasuk dalam memproses kredit di pihak perbankan,” kata Nurcahyo, saat di Kejagung, Senin(21/7/2025) malam.
Ia juga memiliki peran sebagai pihak yang menandatangani permohonan kerdit pada bank DKI Jakarta, memproses Pembangunan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif.
“Menggunakan uang pencairan kerdit tidak sesuai dengan peruntukannya. Penggunaan uang ini untuk modal kerja ternyata untuk melunasi MTN,” ucaonya.
Sementara, tersangka BFW merupakan seorang pejabat yang memegang kewenangan memutus kredit bertanggungjawab atas Keputusan kredit yaitu terkait MOU Analisa kredit dalam proses kredit ini.
“Selaku direksi komite A2 yang mempunya kewenangan meutus kredit limit 75 m sampe 150 m. tidak mempertimbangkan adanya kewajibkan MTN PT Srtiex kepad BRI yang akan jatuh tempo,” ucapnya.
Saat itu, BFW dianggap tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai dengan nomor umum perbankan dan ketentuan bank.
Kemudian, Tersangka PS selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggungjawab atas keptusuan kredit yang diambil terhadap suatu MAK.
PS disebut tidak meneliti pemberian kredit kepada PT Sritex sesuai nomor hukum perbank dan ketentuan bank.
Ia juga memutus kredit PT Sritex dengan fasilitas Jaminan umum tanpa kebendaan walaupun sritex tidak termasuk kategori debitur prima.
Sementara tersangka YR merupaan komite kredit pemutus tingkat pertama, ia memutuskan pemberiaann plafon kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar.
“Walaupun dia mengetaghui dalam rapat komite kredit pengusul MAK mengusulkan PT Sritex tidak mencantumkan kredit baru," katanya.
Kemudian, BR selaku kmomite kredit kantor pusat IV memiliki kewenangan memutus kredit modal kerja Rp200 milia tidak melakukan tugas sesuai komite kredit dan tanggungjawab sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C, yakni Character, Capacity, Capital? collateral dan condition.
“Dalam melakukan evaluasi permohonan, kredit yang diajukan oleh PT Sritex, BR tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan," katanya.
Tersangka lainnya yakni SP yang merupakan Direktur Utama PT Bang Pembangunan Daerah Jawa Tengah, periode 2014-2023, ditetapkan menjadi tersangka karena memiliki kewenangan untuk memutus kredit, dan bertanggungjawab atas kelutusan yang diambil.
“Ia idak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex,” katanya.
SP juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko.
“Menyetujui dan menandatangani usulan memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018,” katanya.
“Melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut,” katanya menambahkan.
Kemudian PJ, selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2017 hingga 2020, memilili kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
“Ia juga tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex,” ucapnya.
Kemudian PJ juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko.
“PJ juga tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis Kredit,” ungkapnya.
Selanjutnya, SD selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2018 s.d. 2020.
Dalam perkara ini, ia tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional Bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.
“Kajian risiko tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati,” jelasnya.
Ia juga ikut menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018.
“SD juga tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit. Tidak menyusun analisa kredit penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya,” ucapnya.
Akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten; PT Bank DKI Jakarta dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sritex telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp1 triliun.
Meski demikian, saat ini pihak kejaksaan masin dalam proses penghitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: suara
Foto: Kejaksaan Agung menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Foto dok. Puspenkumkejagung)
Artikel Terkait
DPR: Pemerintah Tak Wajib Melindungi Satria Arta Kumbara
Kata Kuasa Hukum soal Jokowi Tak Jalani Pemeriksaan di Polda Metro, tapi Hadiri Kongres PSI
Menteri Yusril Ungkap Syarat agar Desertir Tentara Bayaran Rusia Satria Artak Kumbara Bisa Pulang ke Indonesia
Gem Team: A Corporate Messenger Engineered for Security, Control and Everyday Ease