Muhammadiyah Ingatkan Dedi Mulyadi Jangan Buat Kebijakan Ugal-ugalan: Kami Sangat Terdampak

- Selasa, 15 Juli 2025 | 07:50 WIB
Muhammadiyah Ingatkan Dedi Mulyadi Jangan Buat Kebijakan Ugal-ugalan: Kami Sangat Terdampak


MURIANETWORK.COM -
Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang penambahan kuota siswa per kelas menjadi 50 orang berdampak terhadap sekolah dasar dan menengah yang dikelola Muhammadiyah di Jawa Barat. Pihak Muhammadiyah pun berpendapat, seharusnya kebijakan yang hendak dikeluarkan dikonsultasikan terlebih dahulu.

Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat Iu Rusliana mengatakan sekolah-sekolah yang dikelola majelis pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan non-formal Muhammadiyah terdampak akibat kebijakan tersebut. Ia menyebut beberapa sekolah hingga sekolah favorit jumlah siswa yang mendaftar berkurang.

"Secara umum bisa dikatakan kami sangat terdampak kebijakan tersebut di beberapa sekolah," ucap Iu saat dihubungi, Senin (14/7/2025).

Ia mencontohkan sekolah Muhammadiyah di Sukabumi dan Depok serta Garut terdampak. Di salah satu sekolah SMK di Garut, sekolah meluluskan 206 siswa sedangkan yang mendaftar 153 orang.


Sementara itu sekolah favorit SMK Muhammadiyah 1 Cikampek meluluskan 789 orang sedangkan yang mendaftar berkurang menjadi 642 orang. Namun begitu, salah satu sekolah di Cirebon stabil.

Iu menyebut keberadaan siswa-siswa tersebut sangat membantu sekolah. Sebab biaya studi para siswa berkontribusi terhadap operasional sekolah.

"Kami berharap pemerintah kalau mau ngambil kebijakan dikaji dulu mendalam. Bukan apa-apa, karena kami swasta berjuang dari awal dari puluhan tahun lalu dari sejak Indonesia merdeka bahkan Muhammadiyah sebelum itu," ungkap Iu Rusliana.

Ia meminta agar pemerintah menghargai perjuangan sekolah-sekolah swasta yang sudah membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang tidak ter-cover oleh pemerintah sendiri. Iu memahami alasan pemerintah menambah kuota rombel untuk meningkatkan angka partisipasi kasar.

Namun, ia mengingatkan bagaimana kualitas pembelajaran di kelas apabila jumlah siswa mencapai 50 orang. Ia pun meminta agar Gubernur Jawa Barat banyak bertanya kepada pakar pendidikan apalagi di Jawa Barat banyak kampus terkemuka yang dapat memberikan pandangan terkait itu.

"Jangan ugal-ugalan mengambil kebijakan, hargai perjuangan (sekolah) swasta yang selama ini melakukan upaya proses pendidikan yang itu tidak bisa ter-cover oleh negara," kata dia.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengaku siap dihujat, dikritik dan digugat bahkan menderita demi masa depan pendidikan anak bangsa Jawa Barat ke depan. Ia menyebut memimpin bukan jalan yang mudah dan pasti menderita.

"Pemimpin itu harus siap menerima hujatan, kritikan, tuntutan bahkan gugatan. Saya memetik pelajaran berharga dari para pendiri bangsa yang mengingatkan bahwa memimpin itu menderita," ucap dia, Sabtu (12/7/2025).

Dedi mengatakan akan menyelamatkan pendidikan anak-anak Jawa Barat dan lainnya. Ia mengaku siap dan rela untuk dihujat oleh masyarakat atau warganet.

Ia menyebut hujatan dan kritikan tersebut muncul saat dirinya mengambil kebijakan menambah murid dalam satu kelas menjadi 50 orang untuk mengurangi angka putus sekolah. Dedi menyebut kebijakan tersebut bersifat tentatif dan apabila di wilayah tertentu khususnya terpencil kekurangan sekolah.

Dengan begitu, ia mengatakan anak-anak di sekitar sekolah dengan radius jauh bisa mendaftar ke sekolah tersebut. Sedangkan dengan daerah yang banyak sekolah maka tidak perlu menambah murid.

Dedi mencontohkan apabila kuota di salah satu SMA negeri sebanyak 480 siswa. Sedangkan yang mendaftar 500 orang maka ke 20 siswa dapat dimasukkan ke sekolah.

"Banyak orang yang menggoreng narasi penambahan jumlah murid maka banyak yang salah persepsi," kata dia.

Ia menjanjikan tiga tahun ke depan Jawa Barat nol persen anak putus sekolah. Terkait sekolah swasta yang terdampak kebijakan tersebut, Dedi menyebut akan mengumpulkan sekolah swasta membahas soal kekurangan murid.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) termasuk salah satu yang mengkritisi kebijakan jumlah siswa per kelas di sekolah menengah atas menjadi 50 orang. Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung memandang kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kualitas belajar mengajar.

"Jelas sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Bagaimana mungkin seorang guru bisa melaksanakan pembelajaran dan penilaian dengan baik jika siswa yang dihadapi sampai 50 orang dalam 1 kelas," kata Fahriza kepada Republika, Senin (14/7/2025).

Fahriza mencontohkan satu guru PKN dengan jam mengajarnya 2 jam pelajaran (JP) per kelas karena untuk memenuhi syarat minimal JP maka harus mengajar 12 kelas. Sehingga diperoleh syarat minimal 24 JP.

"Jika siswa 36 per kelas maka ia akan berhadapan dengan 432 siswa dalam 1 minggu. Jika siswa 50 per kelas maka ia akan berhadapan dengan 600 siswa dalam 1 minggu," ujar Fahriza.

Oleh karena itu, Fahriza meragukan efektivitas kebijakan tersebut. Fahriza khawatir dampaknya malah membuat proses belajar mengajar menjadi sia-sia.

"Bagaimana mau membelajarkan siswa dengan baik? Padahal sesuai dengan kurikulum sekarang, guru harus mengenali karakter siswa secara individu, membelajarkan dan memberikan penilaian juga orang per orang. Kalau sudah seperti ini posisi guru sangat memprihatinkan," ucap Fahriza. 

Sumber: republika

Komentar