Ajukan Uji Materi UU TNI ke MK, Ketua BEM UI Dapat Intimidasi: Kantor Ibu Saya Didatangi Babinsa

- Selasa, 01 Juli 2025 | 20:50 WIB
Ajukan Uji Materi UU TNI ke MK, Ketua BEM UI Dapat Intimidasi: Kantor Ibu Saya Didatangi Babinsa



MURIANETWORK.COM - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI) sekaligus pemohon uji formil Undang-Undang TNI dengan nomor perkara 56/PUU-XXIII/2025, Fawwaz Farhan Farabi, menyebut bahwa sikapnya mempersoalkan Undang-undang tersebut harus dibayar dengan sejumlah tekanan

Fawwaz Farhan mengaku, tekanan-tekanan tersebut sudah mengarah pada kekhawatirannya terhadap keluarga

Apalagi, setelah dia mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tekanan pertama, kata Fawwaz, tekanan dirasakan ketika dia mengadakan konsolidasi nasional di kampus UI pada pertengahan April 2025 yang didatangi oleh Dandim 0508/Depok, Kolonel Inf  Imam Widhiarto.

“Tekanan jelas kami rasakan, mungkin terutama kalau dari saya sama rekan, pas lagi mengadakan konsolidasi nasional, pas itu datang kemudian TNI ikut diskusi bareng, kan ramai itu di berita,” ungkap Fawwaz saat ditemui usai sidang uji formal UU TNI di Gedung MK, Jakarta Pusat sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Selasa (1/7/2025).

Kedua, Fawwas mengungkapkan, seorang wakil dekan Fakultas Hukum UI menghubungi dan meminta nomor para pemohon yang melakukan uji materi UU TNI ke MK.

Lebih dari itu, ia menuturkan tekanan juga terjadi hingga kantor ibunya didatangi.

“Terus dari saya pribadi, kebetulan kantor ibu saya didatangi, ditanyain alamat rumah dari Babinsa yang mencari alamat rumah,” kata Fawwaz.

Menurutnya, tekanan juga dialami para pemohonan di media sosial dengan tudingan antek asing dan terlalu idealis.

Kendati demikian, tudingan hingga tekanan yang dialami tidak membuat para pemohon gentar dan tetap melanjutkan gugatan mereka ke MK.

“Kita tahu sih ketika mengambil langkah ini ada risiko yang dihadapi, apakah mengganggu? Sedikit banyaknya mungkin ada rasa tidak aman, kenapa-napa segala hal. Tapi hadapi aja,” ucap dia.

Sebelumnya diberitakan Kompas.tv, pemohon yang juga ahli tata negara, Bivitri Susanti, juga telah mengungkapkan soal adanya tudingan hingga tekanan yang dialami para pemohon.


Menurut dia, tudingan dan tekanan yang terjadi kepada para pemohon uji formil UU TNI merupakan bukti adanya pelemahan demokrasi.

“Mulai dari adanya tekanan pada adik-adik kita mahasiswa yang menjadi pemohon, sampai dengan mengatai Ornop (Organisasi Non-Pemerintah) sebagai antek asing,” kata Bivitri.

Mahkamah Konstitusi Tolak Uji Formil UU TNI

Seperti diketahui, Uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau RUU TNI ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan ini dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (5/6/2025).

"Memutuskan, menyatakan permohonan para pemohon nomor 55/PUU-XXIII/2025, nomor 58/PUU-XXIII/2025, nomor 66/PUU-XXIII/2025, nomor 74/PUU-XXIII/2025, dan nomor 79/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima," ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan, Kamis (5/6/2025) seperti dimuat Kompas.com. 

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan, salah satu permohonan hanya menjelaskan kerugian pemohon sebagai warga sipil dan mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengakses informasi terkait pembentukan Undang-Undang TNI.

Namun, dalil pemohon ini tidak dikuatkan dengan bukti bahwa mereka berusaha meminta akses informasi terkait pembentukan UU TNI. 

Menurut Saldi, tidak ada satu pun upaya aktif atau tindakan nyata dari para pemohon dalam proses pembentukan Undang-Undang 3 Tahun 2025, misalnya kegiatan seminar, diskusi, tulisan pendapat para pemohon kepada pembentuk Undang-Undang, ataupun kegiatan lain yang dapat menunjukkan keterlibatan para pemohon dalam proses pembentukan Undang-Undang 3 Tahun 2025. 

"Terlebih berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, pemohon satu menyampaikan tidak pernah mengikuti atau melakukan aktivitas yang dapat dimaknai sebagai upaya nyata secara aktif dalam proses pembentukan Undang-Undang 3 Tahun 2025 dan hanya mengetahui pemberitaan melalui media," kata Saldi. 

"Dengan demikian, menurut mahkamah, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ucapnya. 

Putusan uji formal UU TNI ini menyinggung proses pembentukan beleid yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuannya. 


Para pemohon pada pokoknya mempersoalkan pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3). 

Asas yang dimaksud di antaranya adalah asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan. 

Padahal, asas keterbukaan berdasarkan Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, bersifat transparan dan terbuka. 

Sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dikutip dari laman resmi MK, lima perkara tersebut adalah 55/PUU-XXIII/2025, 58/PUU-XXIII/2025, 66/PUU-XXIII/2025, 74/PUU-XXIII/2025, dan 79/PUU-XXIII/2025. 

Mayoritas perkara tersebut diajukan oleh para mahasiswa, perkara nomor 58 yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Batam. 

Demikian juga tiga perkara lainnya, yakni perkara 66/PUU-XXIII/2025, 74/PUU-XXIII/2025, dan 79/PUU-XXIII/2025. 

Hanya ada satu permohonan uji materi UU TNI yang akan diputuskan MK hari ini, berasal dari pemohon dengan status karyawan swasta, yakni perkara nomor 55/PUU-XXIII/2025.

Sumber: Wartakota 

Komentar