Ijazah Jokowi: Kriminalisasi Pengkritik Buktikan Kebenaran? Logika Terbalik di Pusaran Kontroversi!

- Selasa, 22 Juli 2025 | 19:10 WIB
Ijazah Jokowi: Kriminalisasi Pengkritik Buktikan Kebenaran? Logika Terbalik di Pusaran Kontroversi!




MURIANETWORK.COM - Isu kontroversial seputar keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo kembali memanas. 


Kali ini, sorotan publik tertuju pada mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, yang sempat membuat pernyataan mengejutkan sebelum akhirnya menarik ucapannya kembali.


Pelaporan yang mengancamnya dan drama yang menyertainya memunculkan pertanyaan besar di kalangan anak muda dan pengamat politik: Apakah ini sekadar manuver politik, atau justru menjadi babak baru pembuktian di ranah hukum?


Logika "Kriminalisasi": Jika Pengkritik Dibungkam, Apakah Tuduhan Jadi Benar?


Semua bermula ketika Prof. Sofian Effendi, dalam sebuah diskusi di kanal YouTube, dengan gamblang menyatakan bahwa Jokowi tidak lulus dari Fakultas Kehutanan UGM dan menyebut ijazahnya palsu.


Sontak, pernyataan dari figur sekaliber mantan rektor ini menjadi amunisi baru bagi pihak-pihak yang selama ini meragukan riwayat pendidikan Jokowi.


Ancaman pelaporan dari pendukung Jokowi ke Bareskrim Polri pun tak terhindarkan.


Namun, langkah ini justru ditanggapi dengan logika terbalik oleh para penggugat ijazah, salah satunya pegiat media sosial Dokter Tifa.


Ia berpendapat bahwa pelaporan ini adalah bentuk kriminalisasi yang justru akan meyakinkan publik.


"Jika Profesor Sofian Effendi dikriminalisasi. Artinya, rakyat akan 100 persen YAKIN, semua yang beliau sampaikan, adalah KEBENARAN!," tulis Dokter Tifa di akun X-nya.


Bagi sebagian kalangan, terutama generasi muda yang kritis terhadap penyalahgunaan kekuasaan, argumen ini terdengar masuk akal.


Logikanya sederhana: alih-alih membuktikan keaslian ijazah di ruang publik atau pengadilan, upaya hukum terhadap pengkritik bisa dianggap sebagai cara membungkam suara-suara sumbang.


Namun, penting untuk diingat, dalam perspektif hukum, pelaporan atas dugaan pencemaran nama baik adalah jalur legal yang terpisah dan tidak secara otomatis membuktikan kebenaran atau kepalsuan objek yang diperdebatkan.


👇👇


TAGS


Pukulan Telak: Penarikan Ucapan Prof. Sofian dan Dampaknya


Momentum yang sempat memihak para penggugat tiba-tiba berbalik.


Pada 17 Juli 2025, Prof. Sofian Effendi merilis surat pernyataan resmi yang berisi penarikan semua ucapannya terkait ijazah Jokowi dan permohonan maaf.


Langkah ini sontak melambatkan gerak para penggugat.


Kesaksian dari seorang mantan rektor UGM yang tadinya bisa menjadi senjata utama di pengadilan, kini menjadi tumpul.


Tanpa dukungan dari tokoh akademis sekuat Prof. Sofian, perjuangan mereka untuk 'meminta keadilan' menjadi semakin terjal.


Meskipun kehilangan dukungan penting, para penggugat seperti Dokter Tifa dan Roy Suryo tampaknya tidak akan mundur.


Berdasarkan perkembangan terakhir, jalan mereka ke depan akan diwarnai oleh beberapa strategi utama di tengah kepungan proses hukum:


Menghadapi Proses Penyidikan: Kasus tudingan ijazah palsu yang menjerat mereka telah naik ke tingkat penyidikan di Polda Metro Jaya.


Dokter Tifa secara terbuka mempertanyakan urgensi dari percepatan kasus ini, yang ia anggap "seakan-akan buru-buru ingin memenjarakan kami".


Fokus pada Bukti Utama: Para penggugat terus mendesak agar ijazah asli Jokowi dihadirkan sebagai bukti utama.


Roy Suryo bahkan menyindir Polri yang menaikkan status kasus ke penyidikan hanya dengan bukti fotokopi. 


Strategi mereka jelas, menantang keabsahan proses hukum tanpa adanya bukti fisik yang asli.


Perang Tanding di Pengadilan: Perjuangan mereka kini tak hanya sebagai penggugat. 


Pengacara Farhat Abbas telah melayangkan gugatan perdata terhadap Roy Suryo, Dokter Tifa, dan beberapa nama lainnya atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap kliennya yang dituding sebagai otak pemalsuan.


Artinya, mereka kini harus berperan sebagai tergugat di kasus lain, yang tentu akan menguras energi dan sumber daya.


Babak baru sengkarut ijazah ini telah bergeser dari diskursus publik ke pertarungan legal yang kompleks.


Penarikan diri Prof. Sofian Effendi memang menjadi kemunduran, namun di sisi lain, naiknya kasus ke tingkat penyidikan memaksa semua pihak untuk bertarung dengan bukti nyata di meja hijau, bukan lagi sekadar opini di media sosial.


Pada akhirnya, hanya pengadilan yang bisa memutuskan secara sah dan mengikat apakah ijazah tersebut asli atau palsu.


Sumber: Suara

Komentar