MURIANETWORK.COM - Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari anak buah Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid melempar bom waktu dengan menyatakan bahwa hampir separuh lahan bersertifikat di negeri ini—sekitar 48 persen dari 55,9 juta hektare—hanya dikuasai oleh segelintir elite: 60 keluarga.
Pernyataan ini sontak membuka kotak pandora tentang akar kemiskinan struktural yang selama ini membelenggu Indonesia.
Nusron menuding adanya kebijakan masa lalu yang salah arah.
"Inilah problem di Indonesia, kenapa terjadi kemiskinan struktural. Kenapa? Karena ada kebijakan yang tidak berpihak. Ada tanah dalam tanda kutip, kalau kami boleh menyimpulkan, ada 'kesalahan kebijakan pada masa lampau'," kata Nusron.
Pemerintah pun berjanji mengedepankan keadilan dan pemerataan. Namun, janji manis ini terasa getir ketika pertanyaan krusial muncul: Siapa saja 60 keluarga tersebut?
Saat Istana Terseret dalam Pusaran Masalah
Nusron Wahid memilih bungkam dan tidak merinci identitas para "oligarki tanah" tersebut.
Ia hanya menyebut lahan itu dikuasai lewat Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh korporasi besar.
"Kalau dipetakan PT-nya itu bisa berupa macam-macam, tapi kalau dilacak siapa beneficial ownership-nya, itu hanya 60 keluarga," ungkapnya.
Namun, kebisuan pemerintah justru dijawab oleh aktivis agraria.
Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA) tanpa ragu menunjuk salah satu nama yang paling ironis dalam konteks ini adalah Presiden Prabowo Subianto sendiri.
Sekretaris AGRA, Saiful Wathoni, membeberkan catatan organisasinya yang menyorot korporasi raksasa seperti Sinarmas, Jhonlin Grup, Wilmar Group, sebagai penguasa lahan.
Ia kemudian menambahkan satu nama yang membuat janji reforma agraria pemerintah terdengar sumbang.
"Bahkan termasuk keluarga Prabowo juga salah satu dari yang menguasai tanah dalam skala yang sangat luas," bebernya.
Fakta ini menciptakan sebuah paradoks besar.
Bagaimana mungkin pemerintah serius memberantas ketimpangan penguasaan lahan jika pemimpin tertingginya sendiri merupakan bagian dari masalah yang hendak diselesaikan?
Janji Tinggal Janji? Skeptisisme Menguat!
Kritik AGRA tidak berhenti sampai di situ.
Mereka menilai belum ada satu pun langkah serius dari pemerintahan Prabowo untuk membuktikan komitmennya.
Klaim untuk menuntaskan masalah agraria dianggap bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan.
Menurut Saiful, praktik perampasan tanah dan penggusuran paksa atas nama proyek strategis nasional justru masih terus terjadi di berbagai daerah.
Hal ini menimbulkan skeptisisme publik terhadap keseriusan agenda reforma agraria yang digaungkan.
AGRA pun mendesak solusi nyata, bukan sekadar retorika politik.
Mereka menuntut pemerintah segera menjalankan reforma agraria sejati, bukan versi kosmetik yang hanya menyentuh permukaan.
"Jadi yang harus dilakukan negara sebenarnya adalah segara menjalankan reforma agraria sejati. Sebab masalahnya adalah struktural maka upaya penyelesaiannya juga harus struktural," pungkas Saiful.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Cek Daftar 21 Merek Beras Premium yang Diduga Dioplos
Dibawa ke Kontrakan, Gadis Depok Nyaris Dipaksa Bersetubuh oleh Oknum Brimob: Ayolah Pasrah Aja
Tak Sulit Makzulkan Gibran
BREAKING NEWS! Roy Suryo Bikin Kejutan, Kantongi 5 Bukti Baru Ijazah Jokowi Palsu