Pernyataan keras Luhut Binsar Pandjaitan, kembali memicu kontroversi. Dalam sebuah wawancara yang menyita perhatian, Luhut menyebut desakan sejumlah purnawirawan TNI untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (Gibran) sebagai tindakan yang “kampungan”. Namun, bagi pengamat politik dan media Asia Tenggara Buni Yani, pernyataan itu bukan sekadar reaksi spontan, melainkan bagian dari strategi komunikasi yang telah menjadi ciri khas mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi)—menyerang tanpa terlihat menyerang, atau dalam istilah Jawa: nabok nyilih tangan.
Luhut adalah salah satu sekutu politik paling setia Jokowi. Hubungan mereka tidak sekadar profesional, tapi personal dan strategis. Selama dua periode pemerintahan Jokowi, Luhut menjadi tokoh kunci yang menangani berbagai isu vital mulai dari investasi hingga diplomasi ekonomi.
Kini, ketika kritik terhadap Jokowi dan keluarganya meningkat, terutama pasca manuver politik yang mengantarkan Gibran ke kursi Wakil Presiden di usia muda lewat putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial, suara Luhut kembali lantang terdengar.
“Desakan itu kampungan, tidak elegan dan tidak pada tempatnya,” ujar Luhut menanggapi tekanan sejumlah pensiunan jenderal yang meminta DPR memulai proses pemakzulan terhadap Gibran.
Buni Yani memandang pernyataan Luhut ini sebagai bentuk “pinjaman suara” dari Jokowi. Dalam pandangannya, Jokowi tidak secara langsung menyerang para purnawirawan yang notabene berasal dari institusi yang selama ini relatif dekat dengan dirinya. Tapi ia meminjam tangan Luhut—mantan jenderal dan tokoh dengan legitimasi militer tinggi—untuk menampar balik para purnawirawan.
“Ini bukan baru. Jokowi seringkali menggunakan pola komunikasi tidak langsung. Saat isu panas muncul, ia seolah diam, tetapi tokoh-tokoh dekatnya bicara lantang. Ini strategi khasnya,” ujar Buni Yani kepada wartawan, Selasa (6/5/2025)
Desakan pemakzulan Gibran bukan tanpa dasar. Sejumlah purnawirawan TNI menilai pemilu 2024 cacat etik dan moral, terutama karena Gibran dianggap diuntungkan oleh manipulasi hukum melalui MK yang waktu itu dipimpin oleh pamannya sendiri, Anwar Usman. Gerakan moral yang dimotori para mantan jenderal itu berupaya memulihkan etika demokrasi dan membatasi dinasti kekuasaan yang kian vulgar.
Namun, dengan menyerang balik melalui Luhut, kubu Jokowi tampaknya berupaya mengerdilkan upaya ini sebagai kegaduhan belaka. Di sisi lain, ini juga mengirimkan pesan bahwa kekuasaan mereka masih solid dan tidak gentar pada tekanan dari dalam lingkungan militer sekalipun.
Pernyataan Luhut juga tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa menantunya, Jenderal Maruli Simanjuntak, kini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Ini menambah kesan bahwa Luhut tidak sekadar bicara sebagai tokoh sipil, tapi juga sebagai representasi kekuatan yang punya pengaruh besar di tubuh TNI.
“Dengan posisi menantunya sebagai Kasad, Luhut bicara bukan hanya sebagai pembantu presiden, tapi juga sebagai figur militer yang tetap punya jejaring kuat. Ini semacam ‘show of force’ secara simbolik,” ujarnya.
Selama satu dekade lebih memimpin Indonesia, Jokowi dikenal sebagai figur yang jarang bersuara keras. Ia lebih memilih diam, tapi di sekitarnya, tokoh-tokoh seperti Luhut, Bahlil, dan Prabowo kerap menyampaikan narasi yang menguntungkan dirinya. Dalam tradisi komunikasi politik Jawa, ini disebut sebagai “menepuk tanpa meninggalkan jejak”—strategi yang menjaga citra pribadi tetap bersih meski perang tengah berlangsung.
Pernyataan Luhut harus dibaca sebagai sinyal bahwa Jokowi dan lingkaran dalamnya tidak akan tinggal diam melihat gerakan pemakzulan Gibran. Mereka akan melawan, bahkan jika harus melalui jalur tidak langsung. Namun yang juga tidak bisa diabaikan: retakan di dalam tubuh elite, termasuk purnawirawan TNI, semakin dalam.
Sumber: suaranasional
Foto: Buni Yani (IST)
Artikel Terkait
MUI Sulsel Keluarkan Fatwa dan Hukuman Untuk Passobis
Goenawan Mohamad Sebut Isu Ijazah Jokowi Tak Menarik, Baiknya Usut Riwayat Pendidikan Gibran
Analisa Dibalik Batal Mundurnya Hasan Nasbi, Ditukarkan dengan Kembalinya Posisi Letjen Kunto Arief
Sudah Maafkan Hercules, Bang Yos Kasih Peringatan: Selayaknya Dia juga Minta Maaf ke Jenderal Gatot