Vonis Penjara Disunat MA 2,5 Tahun, Kuasa Hukum: Seharusnya Setnov Bebas

- Kamis, 03 Juli 2025 | 08:05 WIB
Vonis Penjara Disunat MA 2,5 Tahun, Kuasa Hukum: Seharusnya Setnov Bebas


MURIANETWORK.COM
- Mahkamah Agung (MA) resmi mengabulkan peninjauan kembali (PK) mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus mega korupsi e-KTP. Vonis penjara yang semula 15 tahun kini dipangkas menjadi 12,5 tahun.

Namun di tengah kabar ini, kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, justru menilai pengurangan hukuman saja tidak cukup. Ia menegaskan bahwa seharusnya kliennya dibebaskan.

“Menurut hemat saya, itu tidak cukup. Seharusnya bebas,” ujar Maqdir saat dikonfirmasi lewat pesan tertulis, Rabu, 2 Juli 2025.

Maqdir beralasan, Setya Novanto tidak memiliki kewenangan langsung dalam proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Ia juga menekankan bahwa Setnov bukan anggota Komisi II DPR RI, komisi yang bertanggung jawab atas urusan dalam negeri dan kependudukan.

“Dia didakwa dengan pasal yang salah. Seharusnya pasal suap, bukan korupsi pengadaan. Karena dia tidak punya jabatan terkait proyek itu,” kata Maqdir.

Menurutnya, jika memang terbukti menerima uang, maka itu lebih tepat dikategorikan sebagai gratifikasi atau suap, bukan korupsi pengadaan barang dan jasa.

Isi Putusan MA: Hukuman Dipangkas, Hak Politik Dicabut


Dalam amar putusan perkara PK bernomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang diputuskan pada Rabu, 4 Juni 2025, Majelis Hakim memutuskan Pidana penjara 12 tahun 6 bulan, dan Denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Selain itu, Uang Pengganti (UP) USD 7,3 juta, Rp5 miliar di antaranya telah dititipkan ke KPK.

Sisa UP yaitu Rp49.052.289.803 subsidair 2 tahun penjara dan Pencabutan hak politik yakni tidak boleh menduduki jabatan publik selama 2 tahun 6 bulan setelah menjalani hukuman.

Putusan ini dijatuhkan oleh Ketua Majelis Hakim Surya Jaya, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono, serta panitera pengganti Wendy Pratama Putra.

Setya Novanto sebelumnya divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor atas perannya dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Ia juga dihukum membayar uang pengganti USD 7,3 juta, dengan ancaman tambahan 2 tahun penjara jika tidak mampu membayar.

Menariknya, Setnov tidak mengajukan banding atau kasasi usai vonis di tingkat pertama. Namun, ia kemudian menempuh jalur peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Putusan MA ini kembali memantik kontroversi publik. Pasalnya, Setnov merupakan simbol dari korupsi kelas kakap yang telah merugikan keuangan negara dalam jumlah fantastis.

Sumber: disway

Komentar