Bagaimana Bisa Penyidik Paksa Bangsa Ini Percayai Jokowi?

- Senin, 26 Mei 2025 | 10:10 WIB
Bagaimana Bisa Penyidik Paksa Bangsa Ini Percayai Jokowi?


Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Jokowi jelas-jelas diam seribu basa ketika dimintakan ijazah aslinya diperlihatkan oleh Para Pengacara Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur di persidangan didepan Majelis Hakim dan JPU di Pengadilan Negeri Surakarta. 

Begitu juga pada tahap mediasi perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2023 oleh Kuasa Hukum Penggugat Jokowi selaku Tergugat prinsipal atau melalui kuasanya, dimintakan untuk memperlihatkan Ijazahnya, "maka gugatan akan dicabut oleh Para Penggugat sehingga case close", selesai perkara Ijazah Palsu.

Sama persis, Jokowi juga menolak saat dimintakan memperlihatkan ijazah aslinya di Pengadilan Negeri Surakarta, saat mediasi, yang nota bene gugatan perdatanya saat artikel ini tayang, masih bergulir.

Dan tentu sudah sepengetahuan publik saat di rumahnya di Solo, 16 April 2025, juga pada 21 Mai 2025  di Bareskrim Mabes Polri, Jokowi tegas namun ambigu bahkan _'ngeyelitas'_ menolak patuhi undang-undang dengan pola, "hanya akan menyerahkan dan memperlihatkan jika pengadilan yang minta". Hal pernyataan Jokowi ini juga menggambarkan dirinya tentu tidak menyerahkan ijazah aslinya kepada pihak Mabes Polri, lalu darimana datangnya hasil laboratorium forensik digital yang dimiliki Bareskrim Polri?

Selanjutnya patut dinyatakan sesuai asas teori kausalitas, "justru Jokowi patut di-judge telah melakukan kegaduhan", ini bukan tuduhan tapi realitas, karena Jokowi nyata opzet atau sengaja berkehendak atau niatan untuk melanggar sistim hukum (men rea) dan terbukti dirinya tidak mau memperlihatkan ijazahnya walau secara terbuka dimintakan oleh publik termasuk oleh TPUA, namun (ambigu) terhadap 11 awak media, kata Jokowi dirinya memperlihatkan ijazah aslinya. Serta infonya tidak boleh difoto?

Jokowi yang mantan Presiden RI dan atau Para Advokat Kuasa hukumnya semestinya mengetahui (vide asas fiksi hukum) bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2016, tegas memerintahkan kepada Para hakim yang di Pengadilan Negeri di tanah air, bahwasanya "pada acara berlangsungnya gugatan perdata, sebelum masuk kepada acara jawaban atau eksepsi terhadap surat gugatan, agar seluruh pengadilan negeri memasuki tahapan mediasi (musyawarah perdamaian)?"

Dan pastinya sebagai pejabat publik (penyelenggara negara) justru Jokowi semestinya role model, patuh kepada Undang-Undang Tentang Keterbukaan Informasi publik/ UU. KIP?

Tentu menjadi pertanyaan masyarakat hukum, "kenapa Jokowi tidak mau patuhi sistem hukum, walau dirinya melekat primus inter pares (privilege) namun tetap harus tunduk kepada ekualitas hukum, sesuai asas supremasi hukum di dalam UUD. 45, "Negara RI adalah rechtsstaat".

Oleh karenanya ternyata didapati berbagai keanehan dalam pola praktik Bareskrim yang ditemukan oleh masyarakat kalangan hukum, dalam melakukan investigasi Pengaduan TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) pada 9 Desember 2024, pola investigasi Bareskrim terhadap dugaan Ijazah Palsu S-1 Jokowi dari UGM terdapat extra ordinary kejanggalan, karena telah mengumumkannya Ijazah S-1  Jokowi adalah asli hanya "karena identik dengan yang asli", lalu dimana letak value  hukum yang merujuk 'Teori Komparasi' terhada ijazah asli milik siapa? Andai ada hasil labfor, kapan dilakukan dan mana catatan asli detail analisisnya siapa petugas forensik nya? Kenapa pra analisa barang atau benda ijazah (surat asli) dimaksud dilakukan secara diam-diam, bukankah pihak polri juga terikat dengan asas keterbukaan publik dan ketidakberpihakan sesuai undang-undang Polri dan Perkappolri?  Dan Bareskrim sebagai anggota Polri juga terikat kepada prinsip good governance yang terdapat pada UU. Tentang Penyelenggara Yang Bersih Bebas dari KKN (vide UU. No. 28 Tahun 1999).

Informasi publik menyatakan kemungkinan besar Jokowi memang pernah kuliah di UGM Fakultas Kehutanan, namun tidak lulus atau DO, maka dugaan publik ini andai benar, *_Jokowi memang tidak layak menyandang titel Insinyur dari UGM dan mustahil memiliki Ijazah Asli?_*

Maka tentunya demi hukum, walau terlambat agar Bareskrim Mabes Polri segera re-investigasi demi membenahi kinerjanya diantaranya kesiapan memperlihatkan apa yang perlu diketahui oleh masyarakat bangsa ini Jo. UU KIP terutama pertanyaan dari TPUA apa hasil analisis dari alat bukti pengaduan TPUA diantaranya temuan ahli IT yang analisisnya, tegas disampaikan kepada publik, bahwa "Ijazah S-1 Jokowi adalah palsu". 

Maka logika akibat hukumnya kedua ahli IT tersebut wajib disertakan sebagai subjek hukum yang ikut diklarifikasi sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum dan moral dari hasil analisa mereka. Bahkan dengan tendensius analisis-nya menyatakan bahwa Ijazah Jokowi 1000 triliun adalah palsu.

Maka wajar saja banyak publik bangsa yang tidak mempercayai hasil pengumuman Bareskrim Polri dan minta diulang dengan memeriksa analisis dua orang pakar IT yang bersertifikat bahwa 'Ijazah S-1 Jokowi palsu dengan level wajar 100 persen' 

Jika tidak transparansi sesuai sistim hukum, maka demi kepastian hukum dan rasa keadilan 'jangan paksa' rakyat bangsa ini untuk percaya hasil labfor Polri, tentu yang tidak percaya dan menolak adalah TPUA selaku para pengadu TPUA dan pastinya Kedua Orang Ahli yang dipercaya oleh TPUA dengan bukti analisisnya. Terlebih pengakuan terhadap ijazah asli itu kepunyaan dari sosok pemilik track record dengan total akumulasi melakukan puluhan kali kebohongan, sehingga mendapat sebutan si Raja Bohong atau The King of lip Service.

• Penulis adalah anggota _'Dewan Penasihat DPP. KAI periode 2025-2030'._
• Pakar Ilmu Peran Serta Masyarakat dan Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
• Ketua Bidang Hukum & HAM. DPP. KWRI (Komite Wartawan Reformasi Indonesia).
• Koordinator TPUA.
• Salah seorang Penggugat dan Pengadu Jokowi Ijazah Palsu.

Komentar