Rocky Gerung, seorang pengamat politik yang dikenal kritis, kembali mencuri perhatian publik setelah menyebut Kang Dedi Mulyadi (KDM), tokoh politik asal Jawa Barat, dengan julukan 'King Dedi Mulyono'.
Pernyataan ini tidak hanya memicu diskursus politik yang intens di media sosial, tetapi juga mengundang pertanyaan mendalam tentang maksud dan tafsir di balik ungkapan tersebut.
Pernyataan Rocky disampaikan dalam sebuah unggahan yang viral di Facebook oleh akun Ahmad Zakaria.
Dalam analisisnya, Rocky menyatakan bahwa gaya kepemimpinan KDM memiliki kemiripan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jika dibandingkan, pembandingnya cuma Mulyono," ucap Rocky, merujuk pada gaya populis dan citra kesederhanaan yang dibangun oleh keduanya.
Namun, di balik pernyataan itu, Rocky mengaku menyayangkan bahwa pembanding KDM bukanlah Bung Karno, presiden pertama Indonesia yang dikenal memiliki visi besar dan retorika politik yang tajam.
"Bung Karno punya retorika yang logis dan bisa diperdebatkan secara intelektual. Itu yang tidak saya lihat dalam narasi Dedi Mulyadi," ungkap Rocky.
Kesamaan Citra Visual Jokowi-KDM
Menurut Rocky, yang dianggap 'berbahaya' bukanlah pribadi KDM maupun Jokowi, tetapi para pendukung mereka yang menyukai visualisasi kesederhanaan namun kurang menimbang arah dan substansi kebijakan.
Ia menilai bahwa dalam politik modern, visual dan kesan publik kerap menutupi lemahnya gagasan atau visi jangka panjang dari seorang pemimpin.
Ia menambahkan bahwa Jokowi, dan kini KDM, lebih menonjol dalam aspek presentasi personal yang merakyat dibanding argumentasi kebijakan.
"Visualisasi sederhana itu bisa menipu. Politik itu harus bisa diukur dari visi, bukan dari citra semata," tegasnya.
Kritik terhadap Program Barak Militer Ala KDM
Salah satu program Kang Dedi yang mendapat sorotan tajam dari Rocky adalah program barak militer yang ditujukan bagi remaja.
Program ini konon bertujuan untuk membentuk karakter dan disiplin anak-anak muda dengan pendekatan semi-militeristik.
Namun bagi Rocky, pendekatan ini terlalu dangkal dan tidak mengatasi akar permasalahan tentang pola pemikiran anak.
"Mengirim anak ke barak itu dangkal. Itu hanya mendisiplinkan tubuh, bukan mengasah pikirannya," katanya.
Ia menilai bahwa pendidikan karakter seharusnya berakar pada penguatan logika, wawasan sosial, dan pemahaman nilai, bukan semata pelatihan fisik.
Program barak ini pun dipandang Rocky sebagai contoh dari kebijakan yang kuat secara simbolik tetapi lemah dalam aspek konseptual.
"Simbolisme bisa kuat di publik, tapi apa esensi di baliknya? Itu yang seharusnya kita evaluasi," tambahnya.
Respons Warganet
Pernyataan Rocky Gerung pun memicu beragam reaksi dari masyarakat di media sosial.
Ada yang mendukung kritik tersebut sebagai bentuk pengawasan terhadap pemimpin populis, tetapi tak sedikit pula yang menilai Rocky terlalu sinis.
"Gue jadi gak respek sama Rocky Gerung setelah omongannya ke KDM," komentar seorang warganet @Andri Binar.
"Sudahkah bapak nyalon jadi presiden? Kan bapak sangat pintar. Saya siap mendukung bapak," tambah @Cau Saturuy.
Ada juga warganet yang malah menyindir balik Rocky Gerung atas pernyataannya tersebut.
"Kalau Anda bisa mengkritik, pasti Anda juga tahu bagaimana menjalankan pemerintahan, bukan?" kata @Anang Suryana.
Dalam dinamika demokrasi, perbedaan pandangan seperti ini tentu menjadi bagian yang tidak terhindarkan.
Namun, kritik semacam yang dilontarkan Rocky Gerung menunjukkan perlunya masyarakat untuk tidak hanya terpukau oleh citra pemimpin, tetapi juga mengkaji substansi kebijakan mereka.
Sumber: poskota
Foto: Kolase Dedi Mulyadi dan Rocky Gerung/Net
Artikel Terkait
Kata Roy Suryo, Diduga Ada Kekuatan Besar Bekingi Budi Arie di Kasus Judol
KACAU! Kapolri Dicurigai Pasang Badan Lindungi Jokowi Terkait Dugaan Ijazah Palsu
Politisi PSI Sebut Gibran Wapres Terbaik, Ray Rangkuti Lempar Sarkas: Enggak Terbaik Dunia Sekalian
Polda Metro Usut Lahan BMKG Diduga Dikuasai GRIB Jaya