MURIANETWORK.COM - Analis komunikasi politik Hendri Satrio yang akrab disapa Hensa menanggapi konfirmasi kepolisian bahwa ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dinyatakan asli.
Hensa menilai isu ini seharusnya selesai dan tidak perlu diungkit lagi.
"Alhamdulillah, mestinya isu tentang ijazah ini selesai ya. UGM sudah bilang asli (ijazahnya). Polisi juga bilang asli, terus apalagi? Nungguin tukang fotokopinya juga bilang asli? Udah ah, kita diskusikan hal lain aja,” kata Hensa kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
Hensa menegaskan bahwa tanggung jawab untuk membuktikan keaslian ijazah Jokowi seharusnya ada pada UGM sebagai institusi yang menerbitkan ijazah tersebut.
Ia menilai UGM harus konsisten dengan pernyataan mereka bahwa Jokowi memang lulusan universitas tersebut.
“UGM sudah berulang kali menyatakan ijazah Jokowi asli dan beliau memang kuliah di sana. UGM harus konsisten, karena jika tidak, ini akan berbahaya bagi reputasi mereka sendiri. Jika ijazah Jokowi terbukti tidak asli, UGM bisa ‘bubar’ karena malu,” ucapnya.
Hensa juga mengungkapkan bahwa ia pernah membuat polling di platform X, menanyakan konsekuensi jika ijazah Jokowi ternyata palsu.
Hasilnya mayoritas responden menilai Indonesia akan menjadi bahan tertawaan dunia, mengungguli opsi bahwa Jokowi harus kembali kuliah.
“Ini menunjukkan betapa seriusnya dampak isu ini bagi citra kita di mata dunia,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri telah selesai melakukan uji laboratorium forensik (labfor) terhadap ijazah sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Uji labfor dilakukan menyusul adanya pengaduan masyarakat oleh Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan bahwa dari hasil uji labfor ijazah Jokowi dinyatakan keaslian dokumen tersebut.
Pengecekan berdasarkan dari bahan kertas, pengaman kertas, bahan cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan dari dekan dan rektor.
"Dari peneliti tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama," ucap Djuhandani dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).
Pihak kepolisian juga telah memeriksa total 39 saksi yang terdiri dari berbagai pihak di Fakultas Kehutanan UGM hingga teman Jokowi selama menempuh studi.
"Bahwa terhadap hasil penyelidikan ini telah dilaksanakan gelar perkara untuk memperoleh kepastian hukum tidak ditemukan adanya tindak pidana," lanjut dia.
Sebelumnya, Jokowi melalui tim kuasa hukumnya telah menyerahkan ijazah asli SMA hingga universitas kepada Dittipidum Bareskrim Polri.
Kuasa hukum Jokowi Yakup Hasibuan mengatakan penyerahan itu dalam rangka adanya aduan dari Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana terkait dugaan ijazah S1 Jokowi palsu.
“Hari ini kami sudah serahkan semuanya (ijazah) kepada pihak Bareskrim untuk ditindaklanjuti, untuk dilakukan uji laboratorium forensik,” katanya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Dia menyebut ijazah asli Jokowi dibawa langsung oleh perwakilan keluarga Jokowi yaitu Wahyudi Andrianto selaku adik ipar.
Penyerahan dokumen asli ini, merupakan komitmen Jokowi dalam mendukung proses penyelidikan yang dilakukan Dittipidum Bareskrim Polri.
Laporan Eggi Sudjana
Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana melaporkan Presiden ke-7 RI dan Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Ova Emilia terkait dugaan ijazah palsu ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024).
Eggi didampingi rekan-rekannya menyatakan laporannya memiliki dua pendekatan yakni edukasi politik dan hukum.
“Politiknya adalah kaitan dengan banyaknya peristiwa pemilihan mulai dari Pilpres, Pilkada penegakan hukumnya adalah dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, pasal 169 tentang persyaratan untuk ikut Pilpres atau Pilkada lainnya harus punya ijazah,” ucapnya.
Menurutnya, kepemilikan ijazah menjadi syarat mutlak setidaknya sederajat dengan yang SMA.
“Bila dikaitkan dengan politik tadi sekaligus penegakan hukum nah kita sudah lakukan tiga kali, pengadilan Jakarta Pusat sekitar tahun 2001 menjelang 2022 tapi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kita dianggap tidak berwenang oleh pengadilan itu,” ungkap Eggi.
Sumber: tribunnews
Artikel Terkait
Tarif Listrik Diduga Meroket Usai Diskon Listrik 50% Berakhir, DPR Cecar Dirut PLN: Jangan Bohongi Rakyat!
Jokowi Sesat Berpikir Kalau Maksa Jadi Ketum PSI
Menyoal Ijazah Jokowi dan Kepercayaan Publik: “Identik” Tak Menjawab Esensi Keaslian!
Jokowi Bakal Masuk Buku Sejarah, Kabid Advokasi Guru P2G: Nekat Amat Ya!